Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

16 October 2009

SEPENGGAL BAHAGIA


Oleh: Khemakalyani

Juli yang kerontang,

Bahkan malam di kota Gudeg inipun terasa amat dingin, bila kebekuan bayang perpisahan menghadang didepan mata. Temaram lampu taman di balik pohon Alamanda tak sanggup mengusir gelap kursi tua yang kita duduki.

Kutatap wajahmu yang teduh. Dalam keremangan, masih jelas terbaca gurat kepedihan di wajah itu. Tak perlu bertanya, aku tahu sebabnya. Duka yang sama, seperti yang sedang kurasa.

Kuangkat tanganku, kuelus wajahmu penuh rasa sayang. Kamu hanya diam, hilang sudah segala keceriaanmu, hilang sudah tawa riangmu. Terasa pedih hatiku menatap ekspresi wajahmu. Apa boleh buat, aku tak kuasa merubah jalan cerita ini. Segalanya berlaku sebagaimana alam menghendaki, harus kujalani, tak peduli aku suka atau tidak dengan peran ini. Aku dan kamu, hanya bagian kecil dari panggung kehidupan ini, yang kadang tak mampu mengukir cerita seperti yang kita mau. Ada sebuah kekuasaan yang memaksa kita menjalani semua skenario ini.

Tak kuasa kuterima tatapan matamu yang telanjang, aku menunduk pasrah. Mata yang biasa bersembunyi dibalik kaca mata minus itu kini dengan garang namun penuh kekalahan bercerita tentang sebuah dunia kelam dibalik hatimu. Dan pelukmu bercerita banyak, tentang kepedihan hatimu, tentang beratnya perpisahan, tentang ketidakberdayaan, kunikmati semua itu untuk yang terakhir kali.

”Kamu tega meninggalkan aku, Ra?” Bisik Bayu.

”Jangan katakan itu Bayu, kamu sangat tahu, aku terpaksa menjalani semua ini... Demi ibuku..”

”Kita bisa merubah cerita ini menjadi lain, Ra. Aku sanggup menentang dunia ini bersamamu...“

“Aku tahu, Yu. Tapi sekarang, bukan masalah sanggup atau tidak. Kita sudah dewasa, kitapun harus realistis. Nyatanya kita memang belum dapat bersatu, dengan segala kekurangan dan kelemahan kita.“

”Kita bisa lari! Dengan kemampuanku menulis aku bisa mendapatkan uang, aku juga bisa kerja apa saja..” Tatapanmu semakin garang.

”Yu..., bukannya aku takut miskin. Uang bukan segalanya. Kamu juga tahu, aku menerima semua ini bukan karena uang, tapi karena aku tidak sanggup melukai hati ibuku. Sakitnya semakin parah, aku takut...ini permintaan yang terakhir.”

”Tapi ’kan tidak berarti kamu harus kehilangan kebahagiaan kamu dengan menikahi seseorang yang tidak kamu cintai. Tidak berarti kamu harus selamanya hidup dengan pilihan ibumu, Ra.” Kamu berbicara dengan penuh amarah.

Kupeluk tubuh tinggimu rapat-rapat. Bila sudah begini, berbicarapun tak akan ada gunanya. Aku tahu betul sifatmu, kamu selalu memegang teguh apapun yang kamu anggap benar. Tapi sekarang bukan masalah benar atau salah. Yang kita hadapi bukan seminar atau diskusi yang harus berbicara secara akademis dan ilmiah. Ini bukan tentang kesewenang-wenangan pejabat terhadap rakyat yang bisa kita demo beramai-ramai. Ini tentang kehidupan, yang bukan milik kita.

Kita hanyalah anak-anak yang terlahir dalam penjara budaya dan tradisi yang harus kita junjung tinggi. Kita ada karena berbagai sebab dan kondisi. Dan kini, sebab dan kondisi itu menentukan kita harus berpisah.

Akhirnya, kitapun kehabisan kata-kata. Umpat dan caci tidak pernah memberikan penerang hati. Apalagi dengan tangis..., tak pernah selesai, hanya bisa beri kita sekejap kelegaan bila sesak dada telah tak terbendung lagi.

”Tara..., aku sayang kamu, sekarang dan selamanya. Kalau kamu tidak bahagia, datanglah padaku...” Akhirnya hanya itu yang bisa kamu ucapkan. Sekali lagi kamu memelukku, tapi bukan pelukan perpisahan. Karena sesungguhnya kita tidak pernah berpisah, engkau tetap hidup dalam kenanganku.

”Mama......Mama....,” Sebuah suara kecil nan nyaring mengoyak lamunanku diiringi dengan riuh bunyi sepatu. Sedetik kemudian sebuah wajah mungil menyeruak dari balik pintu dan menghambur ke pelukanku. Kusambut tubuh mungil itu dan kupeluk penuh rasa sayang. Pipit kecilku, buah hatiku yang menjadi bukti pengabdianku terhadap kebahagiaan ibuku.

Tak terasa, lima tahun berlalu setelah perpisahan denganmu. Aku menikah dengan Mas Pri. Bahagiakah aku? Seharusnya aku bahagia. Aku punya keluarga yang sempurna, suami yang lembut dan penyayang, seorang putri kecil yang pintar, Mas Pri bisa mencukupi semua kebutuhan materi kami dan aku sendiri punya penghasilan dari hobiku menulis. Bukankah itu hidup yang sempurna?

Lalu, apakah ada cinta? Cinta itu ada. Aku mencintai Mas Pri, meski mungkin tidak sebesar cinta Mas Pri kepadaku. Aku menghormati dan menyayanginya. Ribuan hari sudah kami jalani bersama, meski pada awalnya aku merasa sangat berat menjalaninya, kini aku bisa menikmati semua itu. Hadirnya Pipit menjadi pengikat hati kami.

Aku sudah melupakanmu? Tidak. Kamu tetap ada dan hidup di sebuah ruang di sudut hatiku. Terkadang kamu hadir disaat hatiku merasa sunyi. Aku masih mencintaimu, tetapi tidak dengan cinta kita yang dulu. Aku mencintaimu, hanya sebagai kenangan. Menyimpan dan membiarkan kenangan itu tetap hidup adalah hak tiap manusia. Karena pada dasarnya, tidak ada seorangpun yang berhak dan sanggup menghapus kenangan seseorang.

”Mama mikirin apa sih?” suara nyaring kembali mengembalikan kesadaranku. Kurengkuh tubuh mungilnya kedalam pelukanku. Dengan sepenuh rasa sayang kudekap dan kuelus rambutnya. Yah, hidup yang sebenarnya ada disini, bersamanya.

Tidak ada gunanya kita terus memikirkan masa lalu. Pun, tidak ada gunanya kita terus-terusan mengkhayalkan masa depan. Hidup yang sesungguhnya ada di hari ini. Kenyataan bahwa aku kini adalah seorang istri dan ibu, itulah peran yang sesungguhnya yang akan menentukan kemana hidup kita selanjutnya. Bahagia atau tidak bahagia adalah tergantung dari pikiran kita. Kebahagiaan bukan datang dari langit, melainkan datang dari dalam diri kita sendiri.

”I love you...”

”I love you too...” kupandang wajah lucunya. Tak terkira kebahagiaan memenuhi sanubariku setiap kali menatap putriku mengucapkan kata-kata itu dengan lidah cadelnya. (k/k)

(A lot of love to Tara)

Happy wedding anniversary

Puji syukur
Tuk kesehatan sampai hari ini
Tuk suka dan duka sepanjang tujuh tahun pernikahan
Tuk sebuah hadiah di tahun ini

Semoga
Selalu sehat, terbebas dari segala macam penyakit
Terbebas dari segala kekotoran hati (iri hati, kebencian, keserakahan, dll)
Selalu berbahagia dengan segala kondisi kehidupan

Sabbe satta bhavantu sukhitata
Sadhu Sadhu Sadhu

Popular Posts