Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

22 August 2007

"Setan" bisa melakukan kebajikan (?)

Dalam keramaian pesta rakyat menyambut HUT RI 17 Agustus, saya menemui sebuah fenomena yang cukup menyibukkan benak saya untuk memikirkannya.
Di arena sebuah pentas Kuda Kepang saya melihat salah satu pemainnya yang sedang kesurupan (entrance) berlaku sebagai seorang tukang urut. Dengan menggunakan media air dalam sebuah gelas ia mengurut 'pasien' yang sudah duduk di sebuah kursi. Dengan penuh perhatian ia melakukan pijatan-pijatan penyembuhan sesuai dengan keluhan si pasien, ada yang di kaki, di tangan dan kepala. Satu persatu pasien bergantian duduk di kursi penyembuhan itu. Memang, kadang-kadang pasien harus cukup bersabar karena seringkali si 'tukang urut' sibuk dengan kesenangannya sendiri, menari, makan kembang, makan kelapa muda , dll.
Dalam hal ini, apakah yang dilakukan si pemain kuda kepang itu dapat disebut suatu 'kebajikan'? Dalam konteks Buddhis, suatu perbuatan (kamma) dapat terjadi apabila ada beberapa faktor yaitu: ada obyek, ada kehendak, ada usaha dan ada hasilnya. Dalam fenomena tersebut faktor yang pertama telah terpenuhi ada obyek yaitu si pasien. Faktor ketiga ada usaha dari si pemain kuda lumping yaitu berupa tindakan melakukan pijatan-pijatan. Faktor yang keempat, ada hasilnya yaitu si pasien merasakan hasil 'proses penyembuhan' tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah faktor kedua, sebenarnya siapakah yang melakukan kamma tersebut? Pemain kuda lumping ataukah "setan" yang masuk kedalam tubuhnya. Siapakah yang 'berkehendak' melakukan perbuatan itu?
Si pemain kuda kepang dalam keadaan 'tidak sadar', dengan kata lain tentu saja dia tidak dapat berkehendak melakukan sesuatu karena saat itu ia berada dalam kekuasaan "setan" yang masuk kedalam tubuhnya. Lalu, apakah layak kalau kita sebut bahwa yang melakukan hal itu adalah sesosok makhluk gaib yang meminjam tubuh pemain kuda kepang yang biasa kita sebut "setan"?
Dalam bahasa umum, kata setan identik dengan hal-hal yang menakutkan dan jahat. Tentu saja akan sulit diterima oleh masyarakat kalau kita katakan setan melakukan kebajikan.
Tetapi dalam konteks Buddhis, dapat kita lihat dengan sudut pandang yang berbeda. Dalam agama Buddha, setan disebut dengan Peta yaitu makhluk yang berada dalam Niraya (neraka). Jadi, sebutan setan dalam agama Buddha berbeda dengan sebutan setan pada umumnya. Jika yang dimaksud adalah makhluk yang masuk ke dalam tubuh pemain kuda kepang yang kemudian melakukan kebajikan berupa penyembuhan, itu bukanlah "setan" melainkan Asura. Asura adalah makhluk-makhluk di alam Apaya (alam menyedihkan) yang berada di dunia ini tetapi dalam dimensi yang berbeda dengan manusia. Mereka dulunya (diantaranya) berasal dari alam manusia, yaitu manusia-manusia yang memiliki keterikatan yang besar dengan kesenangan-kesenangan duniawi. Dan bisa saja, dulunya ia berprofesi sebagai tukang urut sehingga dalam kehidupannya sekarang ia masih mempunyai keterikatan dengan hal tersebut sehingga ketika ia masuk ke dalam tubuh seseorang (meminjam raga) ia dapat melakukan perbuatan berupa "penyembuhan" tersebut.
Terlepas dari statusnya sekarang sebagai makhluk Asura, menurut saya, apa yang dilakukannya tetaplah sebuah kebajikan (kamma baik). Hikmah yang bisa saya petik adalah, apapun wujud kelahiran kita, hendaklah kita selalu berusaha melakukan hal-hal yang baik. Ketika kita punya kesempatan, janganlah kita membuang kesempatan itu dengan melakukan hal-hal yang justru membuat 'nilai kehidupan' kita lebih rendah dari manusia.
Kalau "setan" bisa melakukan kebajikan, kenapa kita tidak???

1 comment:

Anonymous said...

Setan emang makhluk gaib yang konotasinya negatif. Jahat, seram, menakutkan, mengganggu manusia, dan menyesatkan manusia. Ada makhluk lain seperti Jin, yang mempunyai sifat baik. Mungkin istilah Jin lebih tepat untuk fenomena pengobatan magix. Sedangkan jin yang jahat, itulah yang dinamakan setan.
Dan ada lagi makhluk yang selalu berbuat kebajikan, tidak pernah membantah, dialah Malaikat.
Oleh karena itu, manusia bisa berlaku seperti setan atau malaikat. Black or White.

Popular Posts