Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

26 January 2008

BUMI YANG LAIN

Ada Bumi Super di Gliese 581
Planet Ini Lima Kalinya Bumi dan Mengorbit Setiap 13 Hari, Layak Dihuni Makhluk Hidup
Geneva, Rabu - Dunia astronomi mencapai kemajuan signifikan dengan ditemukannya planet mirip Bumi di bintang Gliese 581 yang merupakan tata surya lain di jagat raya ini. Astronom Eropa mendeteksi "Bumi super" ini mengorbit bintang tersebut—sebagai mataharinya—berjarak 20,5 tahun cahaya dari Bumi.

Planet ini lebih mirip Bumi dibandingkan dengan 200 planet lainnya yang pernah ditemukan di luar sistem tata surya kita," ujar Stephane Udry, peneliti dari Observatori Geneva, Swiss, seperti diberitakan the Christian Science Monitor, Rabu (25/4).

Planet yang berdiameter 50 persen lebih besar dari Bumi dan bermasa lima kali lipat Bumi, diumumkan tim ilmuwan Eropa, Selasa (24/4), di Geneva, Swiss.

Planet ini mengelilingi Gliese 581 pada jarak yang tepat sehingga memungkinkan air tetap stabil di permukaannya. "Planet ini tentunya terdiri dari batuan yang diliputi lautan," lapor Udry yang juga Kepala tim peneliti Eropa ini tentang hasil penelitiannya berdasarkan pemodelan yang mereka buat. Paparan hasil temuan ini muncul dalam jurnal ilmiah Astronomy & Astrophysics.

Keberadaan air di planet itu diobservasi secara tidak langsung berdasarkan daya gravitasi dan perputarannya pada spektrum Gliese 581, pada konstelasi Libra. Planet ini mengorbit sekali dalam waktu 12,9 hari Bumi terhadap Gliese 581 yang dikelilinginya.

Bila Gliese 581 sebesar dan sepanas Matahari, hal itu akan menimbulkan masalah. Karena planet terdekat dengan Matahari saja, yaitu Mars, yang jaraknya dari Matahari hampir enam kali lebih jauh dibandingkan dengan planet "Bumi super" terhadap Gliese 581, masih menunjukkan kondisi ekstrem di permukaannya. Yaitu, pada siang hari dataran yang tandus sangat panas tetapi diliputi lapisan es pada malam harinya. Zona yang layak dihuni di tata surya kita, yaitu jaraknya 88 juta mil atau 140,8 juta kilometer dari Matahari.

Akan tetapi, Gliese 581 yang tampak merah dan kecil hanya sepertiga masa Matahari, 50 kali lebih redup. Jadi zona yang dapat dihuni harus lebih dekat ke bintang itu daripada Matahari. Tim peneliti memperkirakan planet yang mereka temukan suhu rata-rata permukaannya antara 0 hingga 40 derajat Celsius.
Pada peta jagat raya, planet ini ditandai dengan X, kata Xavier Delfosse, peneliti dari Universitas Joseph Fourier di Granoble, Perancis.

Detektor Harp Dimitar Sasselov, peneliti astrofisika di Harvard-Smithsonian Center di Cambridge Massachusetts, AS, dan kelompoknya akan mengobservasi lebih lanjut untuk mengungkap ciri planet tersebut dengan teleskop yang presisinya lebih tinggi.

Sarana yang digunakan adalah detektor pemburu planet, yang dijuluki Harp, yang mendeteksi obyek berkecepatan sekitar dua mil per jam pada nilai aktualnya.

Dua tahun lalu, Harp menemukan planet pertama dalam tata surya Gliese 581. Planet ini masanya sama dengan Neptunus. Dalam data terbarunya tim ini menemukan planet kedua, dan telah melihat bukti kuat planet ketiga. Indikasi awal menunjukkan bahwa planet terakhir ini mengorbit setiap 84 hari dan sekitar delapan kali lebih masif dibandingkan dengan Bumi.

Mulai minggu ini, tim peneliti Swiss bersama Sasselov menggunakan teleskop orbit "MOST" yang lebih canggih milik Kanada untuk melaksanakan penelitian lanjutan.

Cermin pengumpul cahaya pada MOST berdiameter sekitar 15,24 sentimeter. Bandingkan dengan teleskop Hubble yang berdiameter 240 cm dan cermin ganda yang di Kerk Observatory yang hampir 1.016 cm garis tengahnya.
Daya tarik atau pasang (tidal) antara bintang dan planet itu dapat menghentikan rotasi planet. Namun menurut dia, daya itu pada dua planet yang ditemukan sebelumnya berefek moderat.

Untuk memunculkan kehidupan dan beradaptasi perlu proses kestabilan lingkungan lebih dari puluhan ribu hingga jutaan tahun.

Hal itu karena Bumi super itu begitu masif, dan gravitasinya dapat menahan atmosfer yang tebal. Dan teori Bumi super ini kemungkinan memiliki lempeng tektonik yang lebih aktif dibandingkan Bumi.
(di forward dari Smaratungga googlegroups, posted by Wiwin)

18 January 2008

ATAS NAMA CINTA

Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

Suatu pagi seusai mandi, putri kecilku bernyanyi, dengan lidahnya yang sedikit cadel menghasilkan vokal yang artikulasinya kurang jelas. Meski sudah ratusan kali aku mendengar bahkan menyanyikan lagu itu, namun ketika lagu itu dinyanyikan oleh makhluk kecil yang sangat kucintai, tak urung hatiku tergetar menyimak lirik lagu itu. Sebuah lagu yang sangat sederhana, yang mungkin setiap anak Indonesia hafal dengan lagu itu. Siapapun yang menciptakan lagu itu pastilah orang yang sangat pandai berterima kasih terhadap jasa tak terhingga dari seorang ibu. Anakku mungkin tidak tahu apa arti lagu yang dinyanyikannya, tapi saat itu tiba-tiba aku seperti mendapat sebuah pencerahan kecil yang sangat berharga.

Lagu yang bertutur tentang cinta kasih dalam makna yang hakiki. Sosok seorang ibu adalah gambaran tentang cinta kasih sejati. Hanya memberi dan terus memberi, tanpa mengharap kembali. Mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan si buah hati. Memberi semua yang terbaik untuknya, mengesampingkan kesenangan dirinya, dan selalu mengharapkan hanya yang terbaik yang terjadi pada diri putra-putrinya. Seorang ayah mungkin juga mempunyai cinta kasih yang besar terhadap putra-putrinya tetapi tentu saja tidak sedekat ikatan batin seorang ibu dan anaknya yang telah menyatu dalam satu tubuh tanpa terpisah sedetikpun selama + 280 hari dalam proses kandungan.

Seringkali kita sebagai manusia hanya pandai berkata-kata tanpa memahami makna dari kata yang kita ucapkan, seperti anak kecil, atau seperti burung beo yang pandai berbahasa inggris tanpa tahu apa yang diucapkannya. Sejak kecil kita sudah hafal artinya Metta adalah cinta kasih, Karuna adalah belas kasih atau kasih sayang, tapi benarkah kita sudah bisa memaknainya? Setiap hari kita mendengung-dengungkan tentang cinta kasih, kasih sayang, tetapi masih saja kita melukai hati orang lain, membuat celaka orang lain. Dunia masih penuh dengan kejahatan, pembunuhan massal dengan dalih-dalih agama masih terus berlangsung diberbagai belahan dunia. Benarkah kita punya cinta kasih?

Manusia menciptakan moment-moment tertentu untuk mengungkapkan cintanya pada sesuatu atau seseorang. Dalam tradisi Buddhis kita punya hari Metta setiap tanggal 1 Januari. Dalam kalender nasional kita punya hari-hari khusus untuk berterima kasih pada figur-figur tertentu seperti Hari Pahlawan, Hari Guru, Hari Ibu, Hari Buruh. Para remaja seluruh dunia, tanpa melihat agama tertentu, juga mengenal Hari Valentine. Dengan memberi sebungkus kado, sebatang coklat atau seikat bunga sekali setahun, apakah itu arti cinta kasih yang sesungguhnya? Yah, itu mungkin hanya salah satu cara untuk mengungkapkan cinta. Cinta yang sesungguhnya tidak hanya sekali setahun.

Berabad-abad lampau, Guru Agung Buddha Gotama juga telah mengajarkan satu kebajikan tertinggi yakni cinta kasih (Metta), disamping belas kasih (Karuna), perasaan simpati (Mudita) dan keseimbangan batin (Upekkha). Dalam agama Buddha memang tidak ada dogma, semuanya adalah anjuran. Semua perbuatan adalah tanggung jawab kita sendiri, baik akan menerima balasan yang baik, perbuatan buruk akan menghasilkan akibat yang buruk pula. Jika kita ingin dicintai makhluk lain, kita juga harus belajar untuk mencintai makhluk lain. Buddha mengajarkan agar setiap saat kita mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk di segenap arah.

Mata yatha niyam puttam, ayusa ekaputtamanurakkhe, evampi sabbabhutesu, manasambhavaye aparimanam
Sebagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwanya, melindungi putra tunggalnya, demikianlah terhadap semua makhluk, kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas (Karaniyametta Sutta)

Para pendahulu kita telah menyusun tata cara puja bhakti dengan alur berpikir yang sangat indah. Paritta-paritta yang kita baca dalam Puja Bhakti semuanya berintikan cinta kasih kepada semua makhluk. Buddha mengajarkan untuk tidak egois, berdoa hanya untuk diri sendiri. Sebelum memulai pembacaan Paritta-paritta kita terlebih dahulu memanjatkan Aradhana Devata agar para deva, yakkha, gandhabba dan naga juga ikut mendengarkan sabda Sang Buddha. Puja Bhakti selalu kita akhiri dengan mendoakan semua makhluk untuk selalu berbahagia seperti kita, melimpahkan jasa kebajikan kita kepada makhluk lain dengan Ettavata dan Pattidana.

Untuk itu, atas nama cinta, marilah kita setiap saat belajar menjadi orang yang penuh cinta. Tidak hanya berharap dicintai, tetapi juga belajar mencintai tanpa membuat batasan-batasan siapa saja yang perlu dicintai. Mencintai tanpa perlu mencari alasan-alasan kenapa kita harus mencintai. Mari kita saling mencintai karena kita adalah orang yang penuh cinta.

Sabbe satta sukhita hontu, niddukkha hontu, avera hontu, anigha hontu, abyapajjha hontu, sukhi attanam pariharantu

Semoga semua makhluk berbahagia, bebas dari derita, bebas dari mendengki, bebas dari menyakiti, bebas dari derita jasmani dan batin, semoga mereka dapat menjalankan hidup dengan bahagia (Brahmaviharapharana)

09 January 2008

AGAMA BUDDHA DAN KOSMOLOGI

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin canggih memberi kesempatan pada manusia untuk mengetahui lebih banyak tentang kosmos (alam semesta). Dengan teropong, manusia dapat melihat bintang-bintang dengan lebih jelas. Para astronot telah dapat menginjakkan kakinya di bulan. Bahkan, bepergian keluar angkasa telah menjadi semacam acara rekreasi bagi sebagian orang.

Umat Buddha, sebagai bagian dari penduduk dunia, turut menikmati kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun tidak banyak umat Buddha yang tahu bahwa Sang Buddha telah lebih dulu mengajarkan pengetahuan tentang alam semesta itu tanpa menggunakan alat-alat canggih seperti sekarang. Dengan kemampuan batinnya, Sang Buddha dapat mengetahui dengan jelas tentang keberadaan alam semesta.

Keberhasilan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak negatif terhadap kehidupan spiritual manusia. Banyak manusia yang semakin serakah dan mengembangkan nafsu keinginannya yang tidak terpuaskan dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tentu saja tidak selaras dengan ajaran agama Buddha yang bertujuan mencapai pembebasan.

A. Kajian Sutta
Lebih dari 2500 tahun yang lalu, dengan kemampuan batinnya yang luar biasa, Sang Buddha telah menjelaskan tentang keberadaan alam semesta ini dalam beberapa kotbahnya. Sesuai dengan ajaran Sang Buddha tentang tiga corak umum (Tilakkhana), dijelaskan bahwa alam semesta ini adalah selalu berproses dan tanpa inti yang kekal. “Sang Tathagata mengingat banyak kehidupan-Nya yang lampau (Pubbenivasanussatinana) yakni satu kelahiran, dua, ….seratus, seribu, seratus ribu kelahiran, banyak kappa kehancuran alam semesta (Samvattakappa) dan banyak kappa pembentukan alam semesta (Vivattakappa)…”(M.I.1: 12, D.III.27)

Bumi yang kita diami adalah bagian dari alam semesta. Di alam semesta terdiri dari banyak tata surya. Tata surya adalah sebutan untuk satu sistem dunia atau galaksi. Dalam Abhibhu Sutta (A.III) dijelaskan oleh Sang Buddha bahwa:
Sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu gunung Sineru , seribu Jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, empat ribu maha samudra, empat ribu maha raja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu Yama, seribu Tusita, seribu Nimmanarati, seribu Parinimmitavassavatti, dan seribu alam Brahma. Inilah, Ananda, yang dinamakan seribu tata surya kecil (sahassi culanika lokadhatu) (A.III).

Seribu tata surya kecil itu disebut Sistem Dunia Minor (Minor World System) yang dalam konsep modern disebut sebagai Galaxy Tunggal. Bumi yang kita huni ini hanyalah salah satu dari sekian banyak bumi yang ada di alam semesta ini. Bila bumi kita hancur maka masih banyak bumi yang lain yang akan menjadi tempat tumimbal lahir makhluk-makhluk. Kehancuran dunia menurut agama Buddha adalah kehancuran satu sistem tata surya.

Waktu terjadinya kehancuran bumi tidak dikatakan secara jelas, tetapi berdasarkan Cakkavattisihanada Sutta yang menjelaskan bahwa: usia manusia sekarang ini sedang menurun menjadi pendek. Pada suatu waktu usia manusia hanya rata-rata 10 tahun, usia 10 tahun ini akan berlangsung lama, kemudian usia manusia bertambah panjang hingga pada suatu saat panjang usia manusia mencapai rata-rata 80.000 tahun, pada masa itu Buddha Metteya muncul di dunia (di bumi kita) (D. III, 27). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehidupan bumi ini masih akan berlangsung lama hingga Buddha Metteya muncul dan setelah itu barulah kehancuran bumi terjadi. Dengan kata lain kehancuran bumi baru akan terjadi pada masa yang masih sangat lama sekali.

Kehancuran bumi pasti akan terjadi. Apabila manusia menganggap bumi ini kekal maka ia dikatakan menganut pandangan salah (D.I,1).Kehancuran bumi bukan akhir segala-galanya. Setelah bumi hancur akan terbentuk bumi baru. Proses pembentukan bumi baru ini dijelaskan oleh Sang Buddha dalam beberapa kotbahnya. Menurut Mahaparinibbana Sutta, bumi terbentuk dari zat cair. “Bumi yang luas terbentuk dari zat cair, zat cair terbentuk dari udara di angkasa” (D.II.16).

Menurut Agganna Sutta, proses pembentukan bumi adalah berhubungan dengan asal usul manusia.
…terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan bilamana hal itu terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di Abhassara….Terdapat juga suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini mulai terbentuk kembali. Dan ketika hal ini terjadi, makhluk-makhluk yang mati di Abhassara, biasanya terlahir kembali di sini sebagai manusia….Pada waktu itu semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan…Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak…sejauh itu bumi terbentuk kembali (D.III.27).

Konsepsi Buddhis tentang alam semesta ini sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Artinya, kebenaran yang dibabarkan oleh Sang Buddha telah dapat dibuktikan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi manusia.

B. Refleksi Kritis

Berdasarkan kajian terhadap sutta-sutta tentang kosmos (alam semesta), dapat diambil suatu refleksi kritis, yaitu: pengetahuan tentang alam semesta bukanlah tujuan akhir dari pelaksanaan ajaran Sang Buddha. Tujuan utama dari pembelajaran tentang alam semesta tersebut ialah agar manusia menyadari tentang konsep Anicca dan Anatta.

Alam semesta beserta seluruh penghuninya adalah dicengkram hukum ketidakkekalan, semuanya selalu berproses dan berubah. Selain itu, segala sesuatu adalah kosong, tanpa inti yang kekal. Alam semesta ini adalah perpaduan dari berbagai unsur. Demikian juga dengan manusia, merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang bersifat tidak kekal dan tanpa inti yang kekal. Manusia hendaknya tidak melekat pada konsep-konsep dan perwujudan fisik di alam semesta ini. Segala sesuatu yang tidak kekal dan tanpa inti apabila dilekati akan menimbulkan ketidakpuasan (dukkha). Dukkha inilah yang harus disadari dan dihapuskan dari kehidupan manusia. Peninggalan terhadap kemelekatan-kemelekatan terhadap segala sesuatu yang tidak kekal dan tanpa inti membawa manusia pada pencapaian tertinggi, yaitu Nibbana.

Popular Posts