Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

13 February 2009

Sk 8 KD 8.1 Kelas XI Semester 2

Standar Kompetensi:
8. Mengkonstruksi sikap umat Buddha terhadap lingkungan.

Kompetensi Dasar:
8.1 Menjelaskan wawasan ekosistem dan saling ketergantungan.

QUIZ:
1. Jelaskan pengertian benda hidup dan benda mati!
2. Jelaskan unsur-unsur yang terdapat dalam ekosistem!
3. Jelaskan saling ketergantungan manusia didalam suatu ekosistem!
4. Jelaskan pandangan agama Buddha tentang ekosistem!

4 comments:

Anonymous said...

3. Pandangan Buddhis mengenai lingkungan tercermin dari ayat suci ini: "bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa" (Dhp. 49). Dalam ekosistem, lebah tidak hanya mengambil keuntungan dari bunga, tetapi juga sekaligus membayarnya dengan membantu penyerbukan. Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana seharusnya menggunakan sumber daya alam yang terbatas (Wijaya-Mukti, 2004:418).

Membedakan sesuatu yang hidup dari benda mati, tetapi menurut prinsip saling bergantungan pada kehidupan mengandung unsur-unsur yang tidak hidup. Apabila meneliti ke dalam diri sendiri, akan melihat bahwa manusia memerlukan dan memiliki mineral atau unsur anorganik lainnya. Ujar Thich Nhat Hanh (Wijaya-Mukti, 2004:419), jangan berpikir benda-benda ini tidak hidup. Atom selalu bergerak, elektron pun bergerak. Manusia adalah bagian integral dari keseluruhan masyarakat dan alam semesta. Muncul dari alam, dipelihara oleh alam, dan kembali ke alam. Thich mengatakan dalam kehidupan lampau adalah tumbuh-tumbuhan, dan bahkan dalam kehidupan ini terus menjadi pohon-pohon. Tanpa pohon-pohon, tidak dapat punya orang, oleh karena itu, pohon-pohon dan orang-orang berada dalam tali-temali. Manusia bagaikan pohon dan udara, belukar dan awan. Bila pepohonan tidak dapat hidup, manusia tidak dapat hidup pula. Ada kontinuitas dari dunia dalam dan dunia luar, dan dunia adalah "diri-luas" (large-self). Manusia harus menjadi "diri-luas" tersebut dan peduli terhadapnya. Memandang sehelai kertas, melihat hal-hal lain pula, awan, hutan, penebang kayu. Saya ada, maka itu Anda ada. Anda ada, maka itu saya ada. Manusia saling tali-temali, itulah tatanan antar makhluk.

http://smaratungga.multiply.com/journal/item/6

Anonymous said...

1. Dalam Dhamma diterangkan bahwa tumbuhan adalah benda hidup walaupun ia mempunyai kualitas yang sama dengan mahluk hidup yaitu besar dan tumbuh dari makanan, terbatas hidupnya karena cuaca panas atau dingin yang berlebihan. Namun hal yang membedakan antara mahluk hidup dan benda hidup adalah NIAT. Niat ini juga yang menentukan suatu mahluk (bukan benda) hidup melakukan kamma dan memetik buah kamma sehingga ia terlahir kembali ke berbagai alam kehidupan.
Benda hidup seperti tanaman tidak pernah mempunyai niat untuk melakukan sesuatu. Aktifitas benda hidup terjadi karena kondisi. Ada bunga tertentu yang seolah dapat 'memakan' serangga. Hal itu dapat terjadi karena kondisi adanya protein serangga yang dapat dideteksi oleh bunga tersebut yang membuatnya segera menutup kelopaknya. Akibatnya serangga tersebut mati di dalamnya. Bunga tersebut sebenarnya tidak berniat melakukan pembunuhan pada serangga itu.
Dalam pengertian Buddhis, karena tumbuhan bukan termasuk mahluk hidup, maka tumbuhan tidak termasuk 31 alam kelahiran.
Dengan perkataan lain, tidak ada mahluk hidup yang terlahir kembali menjadi tumbuhan.

sebenarnya di dalam agama buddha tidak ada peraturan yang melarang seorang bhikkhu untuk tidak makan daging. contohnya:

Pada masa kehidupan Sang Buddha, dalam Kanon Pali (Pacittiya Pali, Vinaya Pitaka) disebutkan bahwa ada lima jenis makanan yang biasa disajikan sebagai menu sehari-hari dan juga biasa didanakan kepada para bhikkhu, yaitu nasi, bubur beras, terigu rebus, ikan, dan daging. Selain dari lima jenis makanan di atas, disebutkan pula sembilan jenis makanan yang lebih istimewa, yaitu makanan yang dicampur dengan mentega cair, mentega segar, minyak, madu, sirup gula, ikan, daging, susu, dan dadih.

Sembilan jenis makanan tersebut umumnya ditemukan di kalangan keluarga kaya dan mereka juga mendanakannya kepada para bhikkhu. Para bhikkhu diperbolehkan menerima makanan itu bila didanakan oleh para umat awam, namun mereka akan dikatakan melanggar vinaya jika dengan sengaja meminta makanan tersebut kepada umat, tanpa disertai alasan tertentu, yaitu ketika mereka sedang sakit.

Dari hal-hal di atas dapat diketahui bahwa ikan dan daging sudah biasa dikonsumsi sejak masa hidup Sang Buddha. Sang Buddha dan para murid-Nya hanya makan dari hasil pindapatta. Sang Buddha sendiri memakan daging dan memperkenankan para murid-Nya berlaku serupa, dengan catatan bahwa daging tersebut tidak khusus disediakan atau dibunuh untuk Beliau dan para bhikkhu.

tetapi Sang Buddha menganjurkan untuk menghindari memakan sepuluh jenis daging. Kesepuluh jenis daging tersebut adalah daging manusia, daging gajah, daging kuda, daging anjing, daging ular, daging singa, daging harimau, daging macan tutul, daging beruang, dan daging serigala atau hyena

Meskipun Sang Buddha mengizinkan para pengikut-Nya untuk menkonsumsi daging kecuali kesepuluh jenis di atas, Beliau memberlakukan tiga persyaratan, yaitu seorang bhikkhu tidak diperbolehkan menerima daging apabila:
1. Melihat secara langsung pada saat binatang tersebut dibunuh.
2. Mendengar secara langsung suara binatang tersebut pada saat dibunuh.
3. Mengetahui bahwa binatang tersebut dibunuh khusus untuk dirinya.

http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=11813

Anonymous said...

3.Sikap yang terpusat pada diri manusia dan anggapan bahwa dunia ini disediakan untuknya saja tidak membuat hidup manusia menjadi lebih baik. Individualisme dan kapitalisme ataupun lawannya sosialisme dan komunisme membayar kemajuan duniawi dengan permasalahan lingkungan. Lingkungan hidup menjadi tidak terpelihara rusak dan justru mengancam kehidupan manusia sendiri. Hal itu terjadi karena kehidupan non-materi atau kemajuan rohani tidak memperoleh tempat yang wajar. Falsafah hidup Buddhis menghendaki keseimbangan antara pemenuhan kepentingan materi dan spiritual. Keseimbangan hidup semacam itu, menurut Cakkavatti-sihanada-sutta, sekalipun kepadatan penduduk bertambah karena tingkat kematian menurun atau harapan hidup manusia meningkat, manusia masih dapat cukup makan (D.Ill.75).

Nama :Arveina
Kelas:XI IPS 4
Alamat:smaratungga.multiply.com/journal/item/6 - 53k - Tembolok - Halaman sejenis

Anonymous said...

1.Benda mati dapat dibedakan dari wujudnya, yaitu padat, cair dan gas (dewasa ini mungkin dapat ditambahkan dengan plasma). Untuk benda mati, benda di sini dapat disetarakan dengan zat. Sedangkan benda hidup lebih dikenal sebagai makhluk hidup dengan ciri-ciri makhluk hidup.

Nama :Arveina
Kelas:XI IPS4
Alamat:id.wikipedia.org/wiki/Benda - 21k - Tembolok - Halaman sejenis

Popular Posts