Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

13 March 2009

Ulangan Harian Kelas XII

1. Setelah memahami konsep Sammuti Sacca dan Paramattha Sacca, bagaimanakah sikap anda dalam menyikapi fenomena kehidupan?
2. Manakah yang lebih tinggi nilainya, hukum kesunyataan atau hukum buatan manusia? Tuliskan alasanmu!
3. Setelah memahami tentang hukum kesunyataan, bagaimanakah seharusnya seorang umat Buddha bertindak dalam hidup sehari-hari?
4. Setelah memahami konsep Kamma dan Punabhava, kelahiran seperti apa yang anda inginkan dan bagaimana mengupayakannya?
5. Bagaimanakah sikap seorang umat Buddha terhadap fenomena global warming?

9 comments:

fredysh said...

setelah mengetahui mengenai kedua kebenaran tersebut,saya menjadi tahu bahwa sebenarnya apa yang saya anggap benar,sebenarnya belum tentu sesuai dengan kebenaran mutlak,dan apa yang saya anggap salah bisa saja adalah benar.kebenaran yang di buat oleh manusia seperti misalnya hukum belum tentu adalah kebenaran yang mutlak.saya menyikapinya dengan menjadi tidak terlalu fanatik dengan kebenaran yang saya ketahui,karena bisa saja itu salah menurut kebenaran mutlak.saya menjadi lebih erbuka untuk menerima kebenaran yang disampaikan orang lain,namun saya juga tidak terlalu fanatik terhadapnya.

by: Fredy

RagaLiciouz ^^ said...

5. Dalam beberapa tahun terakhir,
masyarakat dunia mulai merasakan akibat dampak kerusakan lingkungan khususnya global warming(pemanasan
global).


Dari pemanasan global ini
ditengarai, tiap 10 tahun panas bumi naik 0,5 derajat celcius.
Sehingga 10-25 tahun ke depan, kalau tidak ada pencegahan, tidak ada
kepedulian, tidak ada komitmen, panas bumi akan naik 3 derajat
celcius. Diperkirakan juga, 25 tahun yang akan datang, sebagian
tanah Jawa tenggelam, ribuan pulau yang kita miliki tinggal
peta.Dengan terjadinya histeria iklim, pemanasan global, pada
belahan kutub utara permukaan air akan naik beberapa meter. Jika ini
terjadi, beberapa negara di Eropa akan tenggelam, ribuan pulau di
Indonesia tinggal peta.

Seperti yang
diilustrasikan secara gamblang di dalam Cakkavattisihanada Sutta,
Digha Nikaya; karena tindakan manusia yang serakah dan egois buah
dari anjloknya moralitas, selalu hidup bertentangan dengan hukum
alam dan semesta, iklim menjadi tidak stabil dan alam tidak akan
menghasilkan tanaman dan tumbuhan yang dibutuhkan manusia untuk
kehidupannya, manusia juga akan menghadapi bermacam-macam bencana
dan wabah penyakit sebagai penggantinya.

Pandangan hidup Buddhis menempatkan manusia sebagai bagian dari
alam. Alam adalah mitra dalam menjalani kehidupan manusia sehingga
dalam batinnya tumbuh naluri menghargai dan menghormati kehidupan,
lingkungan, alam semesta.

Sikap hidup tanpa kekerasan terhadap
alam ini harus sungguh-sungguh terwujud sebagaimana yang dicontohkan
oleh Guru Agung Buddha Gotama dalam Brahmajala Sutta, Digha
Nikaya, "Samana Gotama tidak merusak biji-bijian yang masih dapat
tumbuh, tidak punya keinginan untuk merusak tumbuh-tumbuhan, tidak
pula membunuh makluk hidup. Samana Gotama menjauhkan diri dari
perbuatan tercela itu. Ia telah membuang alat-alat pemukul dan
pedang. Ia tidak melakukan kekerasan karena cinta kasih dan kasih
sayangNya kepada semua makluk."

Dalam satu kesempatan, Beliau juga
menegaskan bahwa seorang umat yang baik hendaknya tidak sembarangan
memotong dahan pohon apalagi menebang pohon. Meminjam pohon sebagai
kiasan, dengan amat menyentuh Buddha Gotama mengilustrasikan, "Pohon-
pohon nafsu keinginan yang tumbuh liar di dalam batinmulah yang
harus ditebang dan dicabut akarnya, bukan pohon-pohon yang
sebenarnya."

Akhirnya, bila masing-masing manusia
hidup serasi dan sesuai dengan hukum alam, menjaga kelestarian
lingkungan dan alam semesta, mengikuti jalan kehidupan yang benar
dan sesuai Dhamma, memurnikan suasana melalui jasa-jasa dan
kebajikan-kebajikannya, serta memancarkan cinta kasihnya kepada
makluk lain, maka manusia dapat mengubah suasana menjadi lebih baik
bagi kebahagiaan manusia dan makluk lainnya. Pada muaranya, bencana
alam karena kecerobohan manusia tidak perlu terulang lagi. Dalam
Maha Vagga I, 11, Buddha Gotama menitahkan, "Demi kasih sayang,
bekerjalah untuk kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan baik
manusia maupun bukan manusia."

fredysh said...

2. tentu saja yang lebih tinggi adalah hukum kesunyataan,karena hukum tersebut memiliki sifat dan syarat:
1.Harus benar (apa adanya)
2.Tidak terikat oleh waktu, baik waktu dulu, sekarang dan waktu yang akan datang, kebenaran ini tetap ada dan tidak berubah ataupun berbeda.
3.Tidak terikat oleh tempat, baik di suatu tempat atau di tempat lain, di Indonesia atau di planet Mars, kebenaran ini ada dan tidak berubah ataupun berbeda.

RagaLiciouz ^^ said...

1. Paramatha-sacca atau Kebenaran Mutlak adalah Kebenaran yang harus memiliki kriteria sebagai berikut:

Harus benar (apa adanya)Tidak terikat oleh waktu, baik waktu dulu, sekarang dan waktu yang akan datang, kebenaran ini tetap ada dan tidak berubah ataupun berbeda.Tidak terikat oleh tempat, baik di suatu tempat atau di tempat lain, di Indonesia atau di planet Mars, kebenaran ini ada dan tidak berubah ataupun berbeda.
Sammuti-sacca atau Kebenaran Relatif adalah Kebenaran yang masih terikat dengan waktu dan tempat. Kebenaran ini hanya ada berlaku di tempat tertentu dan waktu tertentu.

Dapat dibilang bahwa Sammuti Sacca bersifat Depends On, alias merupakan kesepakatan saja.

Jadi bisa saja, secara sammuti sacca, itu bukan kamma buruk namun secara paramattha, itu adalah kamma buruk.
Misal pada kasus White Lies (berbohong yang baik). Secara sammuti sacca, perbuatan ini tidak dikategorikan sebagai kamma buruk
Namun secara paramattha, perbuatan berbohong adalah kamma buruk dan tujuan/niat baik adalah kamma baik, jadi setiap tindakan akan membuahkan vipaka masing-masing.

Dalam menyikapi fenomena kehidupan, saya sadar bahwa apa yang saya anggap benar adalah belum pasti benar.
Konsep kebenaran mutlak. kebenaran seperti itu jelas tidak bisa dipahami oleh pikiran yang
terbatas, yang selamanya terkondisi, dan bersifat dualistik; kebenaran
seperti itu tidak bisa dirumuskan dengan kata-kata, tidak bisa
disistematikkan ke dalam sebuah struktur metafisikal.

fredysh said...

3.seharusnya seorang uma budha dalam bertindak dalam hidup seahri-hari harus berdasarkan hukum ksunyataan,ia tidak perlu ngotot mempertahankan kebenaran yang ia anggap benar,tetapi cukup ia selami dan jalankan.dan di dalam hidup,ia seharusnya tidak hanya memperhatikankekeayaan duniawi,tapi juga suragawi,karena keduanya harus seimbang,upayakanlah selalu agar:

1. Semoga saya menjadi kaya, dan kekayaan itu terkumpul dengan cara yang benar dan pantas.

2. Semoga saya beserta keluarga dan kawan-kawan dapat mencapai kedudukan social yang tinggi.

3. Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini, sehingga saya dapat berusia panjang.

4. Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir, semoga saya dapat terlahirkan kembali di alam kebahagiaan (surga).

RagaLiciouz ^^ said...

2. huKum kesunyataan lebih tinggi tingkatannya daripada hukum buatan manusia. Hukum Kesunyataan, tidak terpengaruh oleh Hukum Anicca(bersifat mutlak).
hukum disini adalah suatu sistem tanpa pembentuk.Hukum-hukum tidak bisa meniadakan satu dengan yang lain tetapi justru bekerja secara berdampingan di dalam menciptakan keharmonian semesta.
hukum buatan manusia sebagai suatu sistem dapat dipengaruhi oleh hukum Anicca (ketidakkekalan), bersifat relatif dan dapat berubah-ubah suatu waktu.

RagaLiciouz ^^ said...

4. Ingin terlahir di kelurga yang bahagia.
Ingin terlahir menjadi anak yang baik, berbakti, pintar dan cerdas.

yanG di upayakan:

selalu bersYukur. Orang yang tahu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, ia tidak akan
sombong, tidak akan mendendam, tidak akan membenci orang lain, dan dalam dirinya selalu menghargai orang lain,
menghargai semua makhluk hidup dan setiap benda yang dimilikinya, kemudian hatinya selalu bersukacita melihat orang
lain, penuh kasih membantu orang lain, memberikan kemuliaan kepada orang lain, sedikitpun tiada untuk pementingan
diri sendiri. Sebaiknya dalam hidup ini kita jangan menjadi beban kehidupan, tetapi selalu memutar roda kehidupan
untuk mencari berbagai kegiatan positif yang dapat membantu masyarakat, keluarga, negara, bangsa dan dunia global.

-Dalam hukum Kamma dinyatakan bahwa bersikap hormat, rendah hati, sabar dan tidak pemarah, manis budi dan ramah tamah, berakibat terlahir dalam keluarga luhur dan berwajah tampan/cantik.
-berdana dan murah hati akan berakibat memperoleh kekayaan, kemakmuran dan panjang umur
-selalu mau belajar sehingga dapat menjadi orang pintar
-mengendalikan sifat tidak baik yang berkembang dalam dirinya sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan makhluk lain.

fredysh said...

Dalam beberapa tahun terakhir,
masyarakat dunia mulai merasakan akibat dampak kerusakan lingkungan.
Pemimpin-pemimpin dunia sadar tentang global warming (pemanasan
global). Akibat pemanasan global itu adalah anomali musim, musim
yang tidak bisa dipegang pergantiannya. Sering juga dikatakan
histeria iklim, di mana iklim yang berubat tidak lazim. Gelombang
laut jadi pasang, naik menjadi 5 sampai 7 meter, kemudian juga
banjir di mana-mana.

Pemanasan Global
Dari pemanasan global ini
ditengarai, tiap 10 tahun panas bumi naik 0,5 derajat celcius.
Sehingga 10-25 tahun ke depan, kalau tidak ada pencegahan, tidak ada
kepedulian, tidak ada komitmen, panas bumi akan naik 3 derajat
celcius. Diperkirakan juga, 25 tahun yang akan datang, sebagian
tanah Jawa tenggelam, ribuan pulau yang kita miliki tinggal
peta.Dengan terjadinya histeria iklim, pemanasan global, pada
belahan kutub utara permukaan air akan naik beberapa meter. Jika ini
terjadi, beberapa negara di Eropa akan tenggelam, ribuan pulau di
Indonesia tinggal peta.

Bencana banjir dan bencana lain
masih terus melanda tanah air. Sungguh bencana-bencana itu
menyisakan korban manusia yang memilukan, di samping hancur dan
rusaknya rumah, harta benda, serta sarana-sarana lain. Masih banyak
saudara-saudara kita yang hidup di tempat pengungsian. Mereka tidak
tahu harus berbuat apa lagi untuk keperluan hidupnya di masa depan,
tidak memiliki rumah tinggal lagi, pekerjaan sebagai sarana
memperoleh nafkah hidup pun tidak pasti, bahkan pendidikan anak-anak
juga mengalami berbagai kesulitan.

Berbagai bencana alam yang sudah
terjadi adalah pelajaran berharga bagi kita semua dan negeri ini.
Memang segala bencana itu tentu terjadi karena ada penyebabnya,
apakah ulah beberapa orang yang tidak benar seperti perusakan hutan
lindung dan pencemaran lingkungan hidup, kelalaian manusia, tetapi
ada juga bencana-bencana yang sebenarnya terjadi karena kondisi-
kondisi alam tertentu. Kehidupan manusia di alam raya ini tentu
tidak dapat bebas dari pengaruh positif maupun negatif proses alam
sekitar kita.

Sebagai konsekuensinya, seperti yang
diilustrasikan secara gamblang di dalam Cakkavattisihanada Sutta,
Digha Nikaya; karena tindakan manusia yang serakah dan egois buah
dari anjloknya moralitas, selalu hidup bertentangan dengan hukum
alam dan semesta, iklim menjadi tidak stabil dan alam tidak akan
menghasilkan tanaman dan tumbuhan yang dibutuhkan manusia untuk
kehidupannya, manusia juga akan menghadapi bermacam-macam bencana
dan wabah penyakit sebagai penggantinya.

Hak Berkuasa
Buddha Dhamma tidak menempatkan
egoisme hak berkuasa manusia terhadap lingkungan dan alamnya.
Pandangan hidup Buddhis menempatkan manusia sebagai bagian dari
alam. Alam adalah mitra dalam menjalani kehidupan manusia sehingga
dalam batinnya tumbuh naluri menghargai dan menghormati kehidupan,
lingkungan, alam semesta.

Sikap hidup tanpa kekerasan terhadap
alam ini harus sungguh-sungguh terwujud sebagaimana yang dicontohkan
oleh Guru Agung Buddha Gotama dalam Brahmajala Sutta, Digha
Nikaya, "Samana Gotama tidak merusak biji-bijian yang masih dapat
tumbuh, tidak punya keinginan untuk merusak tumbuh-tumbuhan, tidak
pula membunuh makluk hidup. Samana Gotama menjauhkan diri dari
perbuatan tercela itu. Ia telah membuang alat-alat pemukul dan
pedang. Ia tidak melakukan kekerasan karena cinta kasih dan kasih
sayangNya kepada semua makluk."

Gambaran kedekatan hidup Buddha
Gotama terhadap alam juga dapat kita ketahui melalui riwayat hidup
Beliau sejak menjadi putra mahkota (Bodhisatta) sampai ketika
mangkat (Parinibbana). Beliau lahir di bawah sebuah pohon di alam
terbuka yang terletak jauh di luar istana, kemudian Beliau mencapai
pencerahan yang juga di bawah pohon di alam terbuka yang terletak di
hutan belantara, dan lagi-lagi Beliau mangkat di bawah pohon di alam
terbuka.

Kita juga tahu bagaimana Buddha
Gotama mengungkapkan rasa terima kasihNya kepada pohon Bodhi, tempat
di mana Beliau duduk mencapai pencerahan, dengan menatapNya berhari-
hari penuh cinta kasih dan rasa terima kasih. Bahkan, Buddha Gotama
menjadikan pohon Bodhi sebagai alternatif pengganti diriNya bila
umat ingin menyatakan rasa hormatnya.

Dalam satu kesempatan, Beliau juga
menegaskan bahwa seorang umat yang baik hendaknya tidak sembarangan
memotong dahan pohon apalagi menebang pohon. Meminjam pohon sebagai
kiasan, dengan amat menyentuh Buddha Gotama mengilustrasikan, "Pohon-
pohon nafsu keinginan yang tumbuh liar di dalam batinmulah yang
harus ditebang dan dicabut akarnya, bukan pohon-pohon yang
sebenarnya."

Kebersihan Lingkungan
Terhadap kebersihan lingkungan di
muka bumi ini pun Guru Agung Buddha Gotama juga menekankan untuk
dijaga kelestariannya. Seperti yang Beliau gariskan di dalam Vinaya
Sekhiyavatta, 74-75, yang harus dipraktikkan para siswa selaku
pengikut setia jejak Beliau, "Saya tidak akan membuang air besar,
air kecil atau meludah pada tanaman-tanaman hijau atau ke dalam air
yang digunakan untuk umum."

Akhirnya, bila masing-masing manusia
hidup serasi dan sesuai dengan hukum alam, menjaga kelestarian
lingkungan dan alam semesta, mengikuti jalan kehidupan yang benar
dan sesuai Dhamma, memurnikan suasana melalui jasa-jasa dan
kebajikan-kebajikannya, serta memancarkan cinta kasihnya kepada
makluk lain, maka manusia dapat mengubah suasana menjadi lebih baik
bagi kebahagiaan manusia dan makluk lainnya. Pada muaranya, bencana
alam karena kecerobohan manusia tidak perlu terulang lagi. Dalam
Maha Vagga I, 11, Buddha Gotama menitahkan, "Demi kasih sayang,
bekerjalah untuk kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan baik
manusia maupun bukan manusia."

untuk itu saya rasa sebagai uam budha yang baik,harus bisa hidup serasi dengan alam.hal tersebut bisa di mulai dari hal kecil seperi membuang sampah pada tempatnya,menghemat pemakaian minyak bumi,dan menghemat pemakaian energi listrik.

RagaLiciouz ^^ said...

4. Seluruh ajaran Sang Buddha merupakan ajaran yang membahas tentang hukum kebenaran mutlak, yang disebut Dhamma.

bila manusia sudah berada di dalam Dhamma, maka ia akan dapat membebaskan dirinya dari semua bentuk penderitaan atau akan dapat merealisasi Nibbana, yang merupakan terhentinya semua derita. Tetapi, Nibbana, yang merupakan terhentinya semua derita tersebut, tidak dapat direalisasi hanya dengan cara sembahyang, mengadakan upacara atau memohon kepada para dewa saja. Terhentinya derita tersebut hanya dapat direalisasi dengan meningkatkan perkembangan batin. Perkembangan batin ini hanya dapat terjadi dengan jalan berbuat kebajikan, mengendalikan pikiran, dan mengembangkan kebijaksanaan sehingga dapat mengikis semua kekotoran batin, dan tercapailah tujuan akhir. Sehingga dalam hal membebaskan diri dari semua bentuk penderitaan, untuk mencapai kebahagiaan yang mutlak, maka kita sendirilah yang harus berusaha. Di dalam Dhammapada ayat 276, Sang Buddha sendiri bersabda demikian:"Engkau sendirilah yang harus berusaha, para Tathagata hanya menunjukkan jalan."

Sang Buddha bersabda bahwa ada empat hal yang berguna yang akan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:

1. Utthanasampada: rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja, harus terampil dan produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap pekerjaannya, serta mampu mengelola pekerjaannya secara tuntas.
2. Arakkhasampada: ia harus pandai menjaga penghasilannya yang diperolehnya dengan cara halal, yang merupakan jerih payahnya sendiri.
3. Kalyanamitta: mencari pergaulan yang baik, memiliki sahabat yang baik, yang terpelajar, bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar, yaitu yang jauh dari kejahatan.
4. Samajivikata: harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Artinya bias menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, tidak boros, tetapi juga tidak pelit / kikir.

untuk dapat mencapai dan merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu kebahagiaan yang dapat terlahir di alam-alam yang menyenangkan dan kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada empat persyaratan pula yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
1. Saddhasampada: harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap nilai-nilai luhur. Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian, sehingga dengan demikian diharapkan untuk menyelidiki, menguji dan mempraktikkan apa yang dia yakini tersebut. Di dalam Samyutta Nikaya V, Sang Buddha menyatakan demikian: "Seseorang … yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian." Saddha (keyakinan) sangat penting untuk membantu seseorang dalam melaksanakan ajaran dari apa yang dihayatinya; juga berdasarkan keyakinan ini, maka tekadnya akan muncul dan berkembang. Kekuatan tekad tersebut akan mengembangkan semangat dan usaha untuk mencapai tujuan.
2. Silasampada: harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari perbuatan membunuh, mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan menghindari makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (hilangnya pengendalian diri). Sila bukan merupakan suatu peraturan larangan, tetapi merupakan ajaran kemoralan yang bertujuan agar umat Buddha menyadari adanya akibat baik dari hasil pelaksanaannya, dan akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Dengan demikian, berarti dalam hal ini seseorang bertanggung jawab penuh terhadap setiap perbuatannya. Pelaksanaan sila berhubungan erat dengan melatih perbuatan melalui ucapan dan badan jasmani. Sila ini dapat diintisarikan menjadi 'hiri' (malu berbuat jahat / salah) dan 'ottappa' (takut akan akibat perbuatan jahat / salah). Bagi seseorang yang melaksanakan sila, berarti ia telah membuat dirinya maupun orang lain merasa aman, tentram, dan damai. Keadaan aman, tenteram dan damai merupakan kondisi yang tepat untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terealisasinya Nibbana.
3. Cagasampada: murah hati, memiliki sifat kedermawanan, kasih saying, yang dinyatakan dalam bentuk menolong mahluk lain, tanpa ada perasaan bermusuhan atau iri hati, dengan tujuan agar mahluk lain dapat hidup tenang, damai, dan bahagia. Untuk mengembangkan caga dalam batin, seseorang harus sering melatih mengembangkan kasih saying dengan menyatakan dalam batinnya (merenungkan) sebagai berikut: "Semoga semua mahluk berbahagia, bebas dari penderitaan, … kebencian, … kesakitan, … dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri."
4. Panna: harus melatih mengembangkan kebijaksanaan, yang akan membawa ke arah terhentinya dukkha (Nibbana). Kebijaksanaan di sini artinya dapat memahami timbul dan padamnya segala sesuatu yang berkondisi; atau pandangan terang yang bersih dan benar terhadap segala sesuatu yang berkondisi, yang membawa ke arah terhentinya penderitaan. Panna muncul bukan hanya didasarkan pada teori, tetapi yang paling penting adalah dari pengalaman dan penghayatan ajaran Buddha. Panna berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Singkatnya ia mengetahui dan mengerti tentang: masalah yang dihadapi, timbulnya penyebab masalah itu, masalah itu dapat dipadamkan / diatasi dan cara / metode untuk memadamkan penyebab masalah itu.

terbebasnya kita dari keinginanlah yang akan membuat kita bahagia.

Popular Posts