# Ingin makmur di semua kehidupan ? #
🌺 DANA MAKANAN 🌺
Suatu ketika, Bhagava tengah berdiam di antara kaum Koliya, di sebuah kota yang disebut Sajjanela. Suatu pagi Bhagava mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubah luarnya, lalu pergi menuju kekediaman Suppavasa, seorang perempuan Koliya. Setelah tiba di sana, Beliau duduk di tempat duduk yang telah disiapkan bagiNya. Sang perempuan Koliya, Suppavasa, melayani Bhagava dan menghidangkan aneka jenis makanan lezat.
Seusai Bhagava makanNya dan telah menjauhkan tanganNya dari mangkuk, sang perempuan Koliya, Suppavasa, duduk di satu sisi, dan Bhagava berkata kepadanya seperti berikut:
“Suppavasa, dengan memberikan makanan, seorang siswa suci perempuan memberikan empat hal kepada mereka yang menerimanya. Apakah keempat hal itu? Ia memberikan usia panjang, kerupawanan, kebahagiaan, serta kekuatan.
Dengan memberikan usia panjang, ia sendiri akan terkaruniai usia panjang, manusiawi atau dewata. Dengan memberikan kerupawanan, ia sendiri akan terkaruniai kerupawanan, manusiawi atau dewata. Dengan memberikan kebahagiaan, ia sendiri akan terkaruniai kebahagiaan, manusiawi atau dewata. Dengan memberikan kekuatan, ia sendiri akan terkaruniai kekuatan, manusiawi atau dewata. Dengan memberikan makanan, seorang siswa suci perempuan memberikan keempat hal tersebut kepada mereka yang menerimanya.”
(Aṅguttara Nikaya 4:57, II 62-63)
Betapa mengagumkannya penjelasan dari Buddha kepada Suppavasa tentang persembahan makanan. Persembahan makanan sangat dipuji, karena pendonor dan penerima akan mendapat empat hal seperti yang telah disebutkan dalam sutta di atas, yaitu:
Usia panjang (ayu)
Kerupawanan (vanna)
Kebahagiaan (sukham)
Kekuatan (balam)
Jadi bagi mereka yang ingin mencapai empat hal tersebut sebaiknya melakukan persembahan makanan secara rutin baik kepada Bhikkhu Saṅgha, atau siapapun yang mau menerimanya, bahkan, janganlah meremehkan buah dari menyendokkan sesendok nasi untuk orang tua atau saudara anda. Persembahan makanan juga bisa membawa tercapainya cita-cita luhur. Di masa lampau pada masa Sasana Buddha Kassapa yaitu Buddha yang muncul sebelum Buddha kita sekarang, Buddha Gotama. Cerita tersebut diawali dari sepasang suami-istri.
Ketika sebuah pagoda (Stupa) dibangun untuk menyimpan relik Buddha Kassapa, laki-laki dan perempuan dari Baranasi pergi dalam kelompok-kelompok besar menuju tempat pagoda itu dibangun untuk menyumbangkan tenaga sambil membawa makanan dalam kereta-kereta mereka. Dalam perjalanan itu mereka berjumpa dengan seorang Thera yang memasuki kota untuk menerima derma makanan.
Pada saat itu, sang istri memerhatikan sang Thera dan memberitahu suaminya, “Suamiku, Thera ini sedang menerima derma makanan; pergilah ambil mangkuknya agar kita dapat mendanakan sesuatu kepadanya; kita membawa banyak makanan di dalam kereta kita.” Laki-laki itu pergi dan mengambil mangkuk bhikkhu tersebut dan setelah mengisinya dengan makanan keras dan lunak hingga penuh, mereka mengembalikannya kepada sang Thera dan kedua suami istri tersebut mengucapkan keinginan mereka,
“Thera yang mulia, berkat jasa ini, semoga kami berdua terberkahi dengan pengetahuan adi duniawi yang telah engkau capai.”
Penerima dana makanan itu bukanlah seorang bhikkhu biasa; ternyata beliau adalah seorang Arahanta. Ia mengetahui, melalui Anagata Ñana, pengetahuan akan masa depan, bahwa keinginan mereka akan terpenuhi dan oleh karena itu ia tersenyum bahagia. Si perempuan sekilas menangkap senyum itu dan ia berbisik, “Suamiku, si Thera yang menerima dana kita mungkin seorang aktor.” Si suami menyetujui dengan berkata, “Ya, ia mungkin seorang aktor.” Kemudian mereka meninggalkan tempat itu. Inilah perbuatan yang dilakukan oleh suami istri itu pada masa lampau.
Pasangan itu hidup hingga akhir umur kehidupan mereka dan kemudian terlahir di alam dewa. Setelah menikmati kehidupan sebagai dewa, si istri terlahir kembali sebagai putri pemimpin akrobat dalam kehidupannya sekarang. Sedangkan si suami terlahir sebagai putra seorang kaya dalam kelahirannya yang terakhir, bernama Uggasena.
Meskipun terlahir sebagai putra seorang kaya, ia harus mengikuti kelompok pemain akrobat dalam pengembaraannya, sebagai akibat dari perbuatan jahatnya mengucapkan kata-kata yang salah “Ya, ia mungkin seorang aktor” yang ditujukan kepada Bhikkhu Arahanta dalam kehidupan lampau. Tetapi sebagai akibat atas kebajikan memberikan dana makanan kepada seorang Arahanta dengan penuh keyakinan, ia berhasil mencapai kesucian Arahanta.
Ketika Uggasena mencapai kesucian Arahanta dan menjadi “ehi-bhikkhu“, istrinya, si aktris muda berpikir, disadarkan oleh jasa kebajikan masa lampau, “Secerdas apa pun suamiku, kecerdasanku harus menyamainya.” Dengan alasan demikian, ia mendatangi para bhikkhuni dan menerima penahbisan dari mereka. Kemudian ia berusaha keras mempraktikkan Dhamma, dan akhirnya ia juga berhasil mencapai kesucian Arahanta, setelah melenyapkan asava (kotoran batin).
Kita juga bisa meneladani pasangan suami-istri tersebut. Dengan rajin melakukan persembahan makanan kepada Bhikkhu Saṅgha dan kepada siapapun yang membutuhkan persembahan kita. Maka kita akan berbahagia dalam masa yang panjang, baik di alam manusia ataupun dewa. Kita akan berkecukupan dan menikmati empat kualitas tersebut hingga terbebasnya kita dari roda tumimbal lahir ini dengan mencapai tingkat kesucian Arahat. Walau tentu selain berdana ada tahap-tahap lain yang perlu kita tunaikan untuk dapat menikmati Buah Arahanta.
Apa yang anda cita-citakan?
Semoga cita-cita luhur anda dan saya segera tercapai.
____________________________
Semoga anda mencapai kebahagiaan Nibbana
Forwad BC Dhamma ini kesemua teman Buddhist anda melalui FB, Wa, etc
Karena persembahan Dhamma adalah persembahan tertinggi.
Persembahan Dhamma akan berbuah kebijaksanaan bagi pemberi dan penerima
Semoga kita semua hidup bahagia. 🙏🏻.
Ngaturaken ►► |
12 September 2017
07 September 2017
Dhammapada ayat 71 tentang orang bodoh
Dhammapada.
BAB V. BALAVAGGA - Orang Bodoh.
(71). Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan tidak segera menghasilkan buah,
seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih;
demikianlah perbuatan jahat mengikuti orang bodoh,
seperti api membara yang tertutup abu.
Dhammapada Atthakatha:
(71) Kisah Ahipeta.
Murid utama Sang Buddha, Maha Moggallana Thera sedang dalam perjalanan untuk menerima dana makanan bersama Lakkhana Thera di Rajagaha. Ketika melihat sesuatu, beliau tersenyum, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
Setelah tiba di vihara, Maha Moggallana Thera memberitahu Lakkhana Thera, bahwa beliau tersenyum karena melihat makhluk peta (hantu kelaparan) dengan kepala manusia dan bertubuh ular.
Sang Buddha kemudian berkata bahwa beliau sendiri telah melihat makhluk peta tersebut pada saat Beliau mencapai Penerangan sempurna. Sang Buddha juga menerangkan bahwa di waktu yang lampau, ada seorang Paccekabuddha yang dihormati oleh banyak orang. Orang-orang pergi mengunjungi pondok kediaman beliau harus melalui sebuah ladang. Pemilik ladang tersebut khawatir ladangnya akan rusak disebabkan oleh banyak orang lalu lalang pergi ke pondok, membakar pondok itu. Akibatnya Paccekabuddha itu harus berpindah ke tempat lain. Murid-murid Paccekabuddha menjadi sangat marah kepada pemilik ladang tersebut, mereka memukuli dan membunuhnya.
Pemilik ladang itu dilahirkan kembali di neraka Avici. Kelahirannya saat sekarang ini sebagai makhluk setan, merupakan akibat dari perbuatan buruk yang telah ia lakukan pada masa lampau.
Pada akhir penjelasannya, Sang Buddha berkata, "Sebuah perbuatan buruk tidak langsung berbuah, tetapi akan selalu mengikuti si pembuat kejahatan. Tidak ada yang dapat melarikan diri dari akibat perbuatan jahat."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Na hi pāpaṃ kataṃ kammaṃ
sajju khīraṃva muccati
dahantaṃ bālam-anveti
bhasmacchanno’va pāvako."
Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan tidak segera menghasilkan buah,
seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih;
demikianlah perbuatan jahat mengikuti orang bodoh,
seperti api membara yang tertutup abu.
Šαϑhΰ...Šαϑhΰ...Šαϑhΰ...
BAB V. BALAVAGGA - Orang Bodoh.
(71). Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan tidak segera menghasilkan buah,
seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih;
demikianlah perbuatan jahat mengikuti orang bodoh,
seperti api membara yang tertutup abu.
Dhammapada Atthakatha:
(71) Kisah Ahipeta.
Murid utama Sang Buddha, Maha Moggallana Thera sedang dalam perjalanan untuk menerima dana makanan bersama Lakkhana Thera di Rajagaha. Ketika melihat sesuatu, beliau tersenyum, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
Setelah tiba di vihara, Maha Moggallana Thera memberitahu Lakkhana Thera, bahwa beliau tersenyum karena melihat makhluk peta (hantu kelaparan) dengan kepala manusia dan bertubuh ular.
Sang Buddha kemudian berkata bahwa beliau sendiri telah melihat makhluk peta tersebut pada saat Beliau mencapai Penerangan sempurna. Sang Buddha juga menerangkan bahwa di waktu yang lampau, ada seorang Paccekabuddha yang dihormati oleh banyak orang. Orang-orang pergi mengunjungi pondok kediaman beliau harus melalui sebuah ladang. Pemilik ladang tersebut khawatir ladangnya akan rusak disebabkan oleh banyak orang lalu lalang pergi ke pondok, membakar pondok itu. Akibatnya Paccekabuddha itu harus berpindah ke tempat lain. Murid-murid Paccekabuddha menjadi sangat marah kepada pemilik ladang tersebut, mereka memukuli dan membunuhnya.
Pemilik ladang itu dilahirkan kembali di neraka Avici. Kelahirannya saat sekarang ini sebagai makhluk setan, merupakan akibat dari perbuatan buruk yang telah ia lakukan pada masa lampau.
Pada akhir penjelasannya, Sang Buddha berkata, "Sebuah perbuatan buruk tidak langsung berbuah, tetapi akan selalu mengikuti si pembuat kejahatan. Tidak ada yang dapat melarikan diri dari akibat perbuatan jahat."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Na hi pāpaṃ kataṃ kammaṃ
sajju khīraṃva muccati
dahantaṃ bālam-anveti
bhasmacchanno’va pāvako."
Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan tidak segera menghasilkan buah,
seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih;
demikianlah perbuatan jahat mengikuti orang bodoh,
seperti api membara yang tertutup abu.
Šαϑhΰ...Šαϑhΰ...Šαϑhΰ...
11 August 2017
Kotbah tentang Paticcasamuppada
SN 12.1 Kemunculan Bergantungan
(Kelompok Khotbah tentang Penyebab)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kalian tentang kemunculan bergantungan. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan berbicara.”—“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Dan apakah, para bhikkhu, kemunculan bergantungan?
*Dengan ketidaktahuan sebagai kondisi, maka bentukan-bentukan kehendak muncul ;
*dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran muncul;
*dengan kesadaran sebagai kondisi, nama-dan-rupa;
*dengan nama-dan-rupa sebagai kondisi, enam landasan indria muncul ;
*dengan enam landasan indria sebagai kondisi, kontak muncul;
*dengan kontak sebagai kondisi, perasaan muncul;
*dengan perasaan sebagai kondisi, ketagihan muncul;
*dengan ketagihan sebagai kondisi, kemelekatan muncul;
*dengan kemelekatan sebagai kondisi, penjelmaan muncul;
*dengan penjelmaan sebagai kondisi, kelahiran muncul;
*dengan kelahiran sebagai kondisi, penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan muncul.
Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan. Ini, para bhikkhu, disebut kemunculan bergantungan."
-“Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketidaktahuan maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak;
-dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran;
-dengan lenyapnya kesadaran, lenyap pula nama-dan-rupa;
-dengan lenyapnya nama-dan-rupa, lenyap pula enam landasan indria;
-dengan lenyapnya enam landasan indria, lenyap pula kontak;
-dengan lenyapnya kontak, lenyap pula perasaan;
-dengan lenyapnya perasaan, lenyap pula ketagihan;
-dengan lenyapnya ketagihan, lenyap pula kemelekatan;
-dengan lenyapnya kemelekatan, lenyap pula penjelmaan;
-dengan lenyapnya penjelmaan, lenyap pula kelahiran;
-dengan lenyapnya kelahiran, lenyap pula penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan.
Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.”
Ini adalah apa yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Para bhikkhu itu gembira , senang mendengar ajaran Sang Bhagavā.
--------------
Inilah Pelajaran Paticcasamuppada 12 atau 12 Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan.
Hukum di atas ini disebut Makhluk. Karena Hukum ini berada dalam diri Makhluk.
Semoga kita semua terbebas dari Hukum ini sehingga mencapai Kebebasan Mutlak atau Nibbana.
"NIBBANAM PARAMAM SUKHAM" : Nibbana adalah Kebahagiaan Tertinggi. Sadhu🙏.
(Kelompok Khotbah tentang Penyebab)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kalian tentang kemunculan bergantungan. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan berbicara.”—“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Dan apakah, para bhikkhu, kemunculan bergantungan?
*Dengan ketidaktahuan sebagai kondisi, maka bentukan-bentukan kehendak muncul ;
*dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran muncul;
*dengan kesadaran sebagai kondisi, nama-dan-rupa;
*dengan nama-dan-rupa sebagai kondisi, enam landasan indria muncul ;
*dengan enam landasan indria sebagai kondisi, kontak muncul;
*dengan kontak sebagai kondisi, perasaan muncul;
*dengan perasaan sebagai kondisi, ketagihan muncul;
*dengan ketagihan sebagai kondisi, kemelekatan muncul;
*dengan kemelekatan sebagai kondisi, penjelmaan muncul;
*dengan penjelmaan sebagai kondisi, kelahiran muncul;
*dengan kelahiran sebagai kondisi, penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan muncul.
Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan. Ini, para bhikkhu, disebut kemunculan bergantungan."
-“Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketidaktahuan maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak;
-dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran;
-dengan lenyapnya kesadaran, lenyap pula nama-dan-rupa;
-dengan lenyapnya nama-dan-rupa, lenyap pula enam landasan indria;
-dengan lenyapnya enam landasan indria, lenyap pula kontak;
-dengan lenyapnya kontak, lenyap pula perasaan;
-dengan lenyapnya perasaan, lenyap pula ketagihan;
-dengan lenyapnya ketagihan, lenyap pula kemelekatan;
-dengan lenyapnya kemelekatan, lenyap pula penjelmaan;
-dengan lenyapnya penjelmaan, lenyap pula kelahiran;
-dengan lenyapnya kelahiran, lenyap pula penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan.
Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.”
Ini adalah apa yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Para bhikkhu itu gembira , senang mendengar ajaran Sang Bhagavā.
--------------
Inilah Pelajaran Paticcasamuppada 12 atau 12 Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan.
Hukum di atas ini disebut Makhluk. Karena Hukum ini berada dalam diri Makhluk.
Semoga kita semua terbebas dari Hukum ini sehingga mencapai Kebebasan Mutlak atau Nibbana.
"NIBBANAM PARAMAM SUKHAM" : Nibbana adalah Kebahagiaan Tertinggi. Sadhu🙏.
04 February 2017
Surga kecil itu bernama Pasumpahan
Tahun 2016 baru saja berlalu, entah berapa kali perjalanan kerja yang sudah kulalui sepanjang 2016, perjalanan kerja terbanyak yang pernah kudapatkan, gratis dari Negara Indonesia tercintaah... yeayyy.
Melihat-lihat kalender 2017, ada tanggal merah di bulan Januari. Yeahh...hari yang paling indah adalah hari libur. Tapi kemana? Ngapain? Seketika angin surga berhembus mesra, ketika Bos Cantik mengirimkan bisikan jalan-jalan ke sebuah pulau di Sumatra Barat. Ok... lets go!
Dan di hari yang disepakati, kami memulai perjalanan itu. Perjalanan panjang yang cukup melelahkan dan sedikit membosankan karena yang terlihat hanya pepohonan karet di sepanjang perjalanan. Berstirahat sejenak untuk mengobati rasa lapar para pasukan, makan siang di rumah makan Salero Kampung.
Jam 10 malam sudah sampai kota Padang, dapat tumpangan gratis dari keluarga Rini. Mengistirahatkan jiwa dan raga sepenuhnya, tak sadarkan diri sampai pagi. Setelah sarapan (gratis) di rumah Rini, pasukan melanjutkan perjalanan ke pulau.
Perjalanan yang sungguh tak terduga, karena ternyata akses ke pulau yang dituju harus melalui jalan yang super terjal dan berliku. Woww...ini benar-benar My Trip My Adventure. Jantung rasanya mau copot melalui medan, saking tegangnya sampai tidak sempat mengabadikan medan yang dilalui. Pikirannya udah takuuuttt ajah, takut masuk jurang... ughh.
Cerita selengkapnya biar kami simpan dalam kenangan aja, yang jelas akhirnya kami sampai di pulau Pisang. Dan dari sini semuanya terasa indaaaahhhh
Menuju boat yang kami sewa untuk menyeberang ke pulau Pasumpahan. Harga sewa Rp 35.00 per kepala

20 menit kemudian, sampailah kami di sebuah surga kecil nan indah yang bernama Pasumpahan.
Beberapa spot foto yang ikonik banget kalo kalian googling Pasumpahan. Jangan sampai tidak berfoto di situ ya...
Dan, ini adalah wujud surga itu... Dari segala arah memandang, semua hanya keindahan yang terhampar. Air yang sangat jernih dan bersih, dan perpaduan warna yang sangat indah, Air, pepohonan, dan langit = indah.
Buat kalian yang ngaku traveler atau backpacker, jangan ke luar negeri kalo belum kesini ya....! Indonesia sangat indah, mari kita cintai alam Indonesia.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Popular Posts
-
Buat yang butuh soal-soal latihan agama Buddha dalam format pilihan ganda, silahkan unduh... Kelas X Semester 1 Kelas X Semester 2 Kelas ...
-
Soal-soal ujian semester ganjil mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk SMP Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
-
Kompetensi Dasar 1.2 Pluralisme, Inklusivisme, Toleransi dan Tujuan Hidup Menurut Agam Buddha Pengertian dan Ciri Khas Agama Buddha I...
-
Meditasi ada dua macam yaitu : 1) Samatha bhavana Samatha bhavana adalah meditasi ketenangan batin. Meditasi ini dilakukan dengan memusatk...
-
1. Jelaskan definisi Buddha! 2. Jelaskan Definisi Bodhisatva! 3. Jelaskan definisi Arahat! 4. Sebutkan macam-macam Buddha! 5. Sebutkan macam...