Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

19 February 2014

CTScan Abdomen di RSD Raden Mattaher

Rabu pagi, siap meluncur ke RSD untuk CTScan sesuai dengan jadwal yang diberikan dari loket radiologi. Sudah berpuasa dari setelah makan malam jam 7 kemaren, si lambung mulai merintih. Sudha hampir jam 8 si Abhim belum bangun juga, akhirnya angkat aja sama iler-ilernya...:D, masuk ke mobil akhirnya dia terbangun juga. Dibawa ke rumah keduanya, dia rewel ga mau turun, akhirnya harus bujuk rayu dulu sekitar lima belas menit, plus mandiin Abhim karena dia belum mandi.

Sampai di RSD jam 9 pas. Menuju loket, menyerahkan berkas, dan duduk manis menunggu panggilan. Tiga puluh menit kemudia dipanggil untuk tanda tangan surat pernyataan. Duduk lagi. Lima belas menit kemudian dipanggil untuk menyerahkan Buavita. Sengaja kubawa empat kotak yang ukuran 250ml (padahal cuma disuruh bawa 2 kotak), kuserahkan semua, sisanya buat mas penjaga loket dan petugas lain (buat sogokan...:D).

Lima menit kemudian satu kotak Buavita yang sudah ada bekas tusukan jarum suntik dikeluarkan dari loket, disuruh minum sampai habis. Tegukan pertama langsung disergap rasa...pahitttt. Ternyata sudah dikasih obat (Yodium?). Teguk demi teguk kunikmati dengan ekspresi yang khas, akhirnya habis juga. Dikasih info tambahan, kalau terasa mau pipis harus ditahan, tapi tidak ada rasa ingin pipis karena emang dari tadi belum minum.

Menunggu 45 menit, akhirnya dipanggil ke pintu satu. Brrr...ruangan yang dingin menyambutku. Petugasnya hanya satu, seorang ibu menyambutku, memberi instruksi agar aku berbaring di meja elektrik. Tidak ada instruksi buka baju (padahal di blog-blog yang kubaca harus buka baju...?). Celana panjang harus diturunkan sebatas lutut karena ada logamnya di bagian retsleting. Berselimut putih garis-garis aku berbaring agak 'ngeri'. Kutanya, "tutup mata atau buka mata bu?" Ibu petugas bilang boleh buka boleh tutup matanya. Trus kutanya lagi, "bahaya dak bu?" Ibu itu menjawab, "tidak, cuma difoto aja.."Weeeww, cuma difoto katanya. Kenapa tidak ada penjelasan tentang efek samping dari pemeriksaan ini? Padahal kan ada efek samping dari radiasinya.

Beberapa menit kemudian, mejanya sudah bergerak ke atas dan petugasnya keluar ruangan. Kalo gak bahaya, ngapain petugasnya gak disitu aja hayooo...? Meja bergerak menuju terowongan, aku memilih menutup mata demi amannya. Ternyata benar, ada sinar merah yang menyilaukan (walaupun sudah tutup mata), dan ketika terakhir kulihat memang ada tulisan disitu agar tidak menatap ke arah sinar itu pada saat menyala. Tuh kan? Untung aku tutup mata.

Badanku yang diikat di meja elektrik itu bergerak maju perlahan dan kemudian ada instruksi dari intercom agar aku menarik nafas, keluarkan...dan tahan.....! Agak lama sampai ada instruksi lagi untuk 'nafas biasa'. Ada sekitar tiga kali tahan nafas, yang terakhir agak lama tahan nafas dan aku sudah tak tahan akhirnya 'mencuri' nafas...hehe

Sekitar 20 menit proses itu, kemudian pintu dibuka. Beberapa orang masuk membawa alat suntik. Petugas menyuntikkan cairan kontras (yodium) ke lengan kananku, mengatur tanganku agar lurus ke atas kepala,  memberi 'kode' ke dokter radiologi di balik ruangan, dan kemudian mereka buru-buru kabur dari ruangan itu... nah lo! Pemeriksaan sekali lagi, masuk ke terowongan dan selesai. Mereka masuk lagi, mencabut jarum, menempel plester dan pergi, tinggallah aku sendiri lagi. Masih ada lagi?Oh rupanya sudah selesai. Petugas pertama datang memberi tahu kalau sudah selesai dan membuka ikatan tubuhku. Ternyata hasilnya baru bisa diambil keesokan harinya sekitar jam 10.



Rujukan ke RSD Raden Mattaher

Senin pagi, sesuai plan adalah ke RSD Raden Mattaher untuk menjalani CTScan berdasarkan rujukan dari dokter Ivan dari RS Abdul Manap. Jam 10 pamitan dengan piket, kali ini diantar suami, meluncur ke RSD. Karena sudah berkali-kali menjadi pasien, sudah cukup tahu prosedurnya. Pertama ke loket Askes (BPJS) untuk dapat legalisasi. Mengantri setengah jam-an, akhirnya selesai. Kemudian mengambil nomor antrian Medical Record (harusnya tadi ambil nomor dulu...). Ternyata jauh banget, 100 nomor lagi baru nyampe ke nomorku. 

Satu jam lebih mengantri pengambilan medical record, lanjut ke antrian poli bedah. Masuk pintu 1 untuk meletakkan berkas, tunggu panggilan untuk wawancara, kemudian antri lagi untuk panggilan dokter. Masuk ke pintu dua, ternyata dokter yang bertugas adalah Pak (dokter) Erdiyanto yang sudah sangat kukenal di vihara. Diperiksa sebentar kemudian dibuatkan rujukan ke radiologi untuk CTScan. 

Mendaftar di loket radiologi, sudah tutup karena memang sudah jam 12-an. Tapi kemudian aku tanya soal prosedur CTScan, akhirnya si Mas mau menerima kertas rujukanku dan dibawa ke 'dalam'. Keluar lagi dengan coretan untuk datang pada hari rabu tanggal 19 dengan membawa dua buah 'Buavita' rasa jambu.

Buavita? wah enak tuh..! Apakah cairan kontrasnya pake Buavita? Maybe. Padahal yang kubaca di blog-blog, cairan kontrasnya adalah barium atau yodium yang rasanya bikin eneg  atau pahit. Atau untuk penghematan? Gak tau juga alasannya

Rujukan ke RSU Abdul Manaap

Kamis kemarin tanggal 17 Februari 2014 aku melangkahkan kaki ke RSU Abdul Manap yang menjadi RS rujukan masyarakat Jambi pemegang kartu BPJS (Askes) dengan berbekal secarik kertas yang telah ditanda tangani dokter di Puskesmas Payo Selincah. Sekali jalan mengantarkan Tara berangkat sekolah, jam 7 pagi sudah sampai simpang Mayang. Sebenarnya sudah janjian dengan si jelek :p Desi Asmara yang berjanji akan menjadi penunjuk jalan, tapi ternyata dia belum siap. Ya sudah, jalan sendiri aja...walaupun galau di hati :(

Jam 8 loket pendaftaran baru buka, untunglah tidak seramai RSD, menuju pendaftaran/pengambilan Medical Record, kemudian duduk manis di depan Poli Bedah. Petugasnya baru siap-siap, menata meja, kursi, buku besar, dll. Nomor antrian 2, diwawancara oleh petugas administrasi poli kemudian mengantri untuk ketemu dokter. Ternyata dokter yang di dalam bukan dokter spesialisnya. Anamnesis dengan dokter cewek kemudian diberi surat untuk periksa darah. 

Menuju lab, mendaftar, kemudian duduk dan siap ditusuk di lengan kiri. Dapat info hasilnya diambil setelah dua jam. Dua jam mau ngapain? Menimbang-nimbang sebentar akhirnya keluar dan melangkah ke sebuah warung gado-gado. Lagi asyik makan, tiba-tiba terdengar lagu Indonesia Raya, rupanya tetangga menggunakan lagu kebangsaan itu sebagai nada panggilan. Pelecehan? Maybe... Setahuku, lagu kebangsaan tidak boleh sembarangan diperdengarkan. Jika menjadi nada panggilan, artinya lagu itu bisa 'berdering' dimana saja, gimana kalo pas di (ups) toilet...?

Masih ada waktu satu jam setengah, akhirnya kuambil motor dan melaju pelan mencari tempat refleksi. Ternyata tak jauh dari situ ada tempat refleksi dan shiatsu, langsung kuparkir, mendaftar, dan mencoba menikmati service si mbak terapisnya. Sebenarnya agak kurang nyaman karena selain tempatnya yang kotor dan berbau 'tengik', ada suara bising dari ruko sebelah yang sedang membuat sumur bor. Tapi sudah terlanjur masuk ya sudah, nikmati apa yang ada. Pijatannya sih lumayan terasa, cuma kurang nyaman tempatnya aja.

Jam 11 pas selesai shiatsunya, bayar 70.000 dan langsung ngacir ke lab untuk ngambil hasilnya. Segera kubawa ke poli bedah. Oleh dokternya aku dibawa menghadap dokter spesialisnya di lantai dua. Masuk Operation Theatre yang suasananya agak 'aneh' karena terdengar bising suara game atau PS gitu...dan juga musik. Diperiksa sebentar kemudian disuruh nunggu di depan poli. 

Pulang membawa surat rujukan ke RSD untuk melakukan CTScan abdomen. Salah satu baris kata-kata yang sempat kubaca adalah pada bagian diagnosisnya: Tumor Abdomen. Weeeww...berubah statuskah? Jika kemarin hanya kista, sekarang sudah menjadi tumor. Sebuah kata yang bikin galau...

13 February 2014

Akupresur Hokian Shaolin Shi

Vonis operasi dari dr. Nadrizal, Sp.PD membuat hari-hariku cukup galau. Operasi lagi? Sudah tiga kali terkapar di meja operasi masih belum cukupkah? Pertama operasi kuret denga bius total tahun 2003, yang kedua operasi caesar darurat saat kelahiran Tara tahun 2004, dan dua tahun yang lalu caesar kedua saat kelahiran Abhimku. Di bulan ulang tahun kedua anakku ini (Februari) haruskah aku berbaring lagi di meja operasi? Jawabannya: aku belum siap.

Dapat saran dari teman sekerja, Herli Agustina yang sembuh kista di rahimnya berkat Akupressur, akupun mencoba melangkahkan kaki kesana. Diterima dengan ramah oleh CS-nya, dapat penjelasan tentang pantangan-pantangan makanan selama terapi dan juga biayanya. Sekali terapi 90 ribu untuk akupresurnya, bagi penderita benjolan-benjolan (tumor, kista, dkk) ditambah dengan chikung yang biayanya 50 ribu, jadi total Rp 140.000 sekali terapi. Jika mengambil paket 10X dapat bonus satu kali. Jadi aku ambil paket 10X bayar 1 juta hari itu, sisanya yang 400 ribu bayar esok harinya karena hari itu bawa duitnya cuma sejuta.

Terapi pertama, masuk ke ruangan yang cukup nyaman, ada tiga kasur lantai plus bantal terbentang di ruangan itu. Udaranya cukup sejuk karena pake AC dan samar-samar tercium wangi aroma therapi dari massage cream-nya. Hmmm....tidak mengerikan. Datang terapisnya, ternyata laki-laki, kupikir jika pasiennya perempuan maka terapisnya juga perempuan, ternyata di situ berlaku nomor giliran, pas giliranku dapat yang laki-laki. Its ok...anggap aja seperti dokter, tujuannya kan berobat :D

Tusukan pertama dari kayu ebony tumpul yang diarahkan ke titik-titik di telapak kaki menimbulkan sensasi yang luar biasa (sakitnya). Untunglah aku sudah mengenal cara kerjanya, walaupun sakitnya memang tidak biasa, karena biasanya hanya pakai tangan, sedangkan ini pakai kayu. Dimulai dari kaki kanan, dari ibu jari sampai kelingking, kemudian ke area tengah telapak kaki, dan tumit. Masing-masing titik yang ditusuk menghasilkan sensasi yang berbeda-beda, tergantung parah tidaknya kerusakan organ tubuhnya. Yang paling sakit adalah bagian THT dan lambungku...auuww...awww rasanya, perpaduan antara  ngilu, panas, gatal, tergigit, kesetrum, dll. Pokoknya...rasa yang luar biasa.

Setelah lima belas menitan di kaki kanan, pindah  ke kaki kiri dengan urutan tusukan yang sama, tapi rasanya ternyata sedikit berbeda, entah kenapa, kaki kiri tidak sesakit kaki kanan. Selesai kaki kiri barulah menikmati bonusnya. Bonusnya pijat plus totok. Pijat dari kaki sampai paha atas, kemudia pindah ke tangan kanan dan kiri, kepala dan wajah, setelah itu punggung. Hmmm, bonusnya ini yang enak, sayangnya cuma sebentar, tidak sebanding dengan sakitnya...hehe maunya

Selesai akupresurnya, aku dioper ke terapis cewek untuk menjalani terapi chikung. Terapisnya lagi hamil, wah...ga pa pa nih? Agak ngeri juga sih. Sebelum mulai, berdoa dulu ya...! Dan mulailah proses chikungnya, si terapis menggosokkan kedua telapak tangannya sampai menghasilkan panas dan kemudian ditempelkan ke perut kananku. Terasa hangat, nyaman, dan...kok ngantuk ya :D

Sepuluh menit selesai proses chikungnya, sekitar enam kali gosok tempel. Akhirnya aku keluar dari ruangan terapi dengan rasa nyaman. Terapi pertama selesai, CS-nya menyarankan untuk terapi setiap hari, berarti besok datang lagi.

Esok harinya datang lagi, dapat terapis cewek (ternyata istrinya terapis cowok yang kemarin). Kali kedua ini rasanya ternyata lebih luar biasa lagi. Sisa-sisa tusukan kemarin belum sembuh kini sudah ditusuk lagi, membuatku mulutku hampir tak pernah bisa menutup karena sibuk berkicau...aawww...auwww....aduh sakiiittt. Terapi sesi kedua berakhir dengan rasa lega (akhirnya selesai juga rasa sakitnya), tapi benar-benar membuatku 'takut' untuk datang lagi besok.

Ternyata esok harinya aku benar-benar tak berani datang. Selang satu hari baru datang lagi, pikirku mudah-mudahan tidak sesakit kemarin, ternyata....masih sakiiiiittt bangeeeettt, sampai keluar air mata (sedikit sih...). Terapi keempat, dua hari kemudian mulai sedikit berkurang rasa sakitnya. Terapi berikutnya sudah semakin berkurang rasa sakitnya, apalagi kalau dapat terapis yang senior.

Jam terbang memang tak bisa dibohongi. Tusukan senior dengan junior ternyata berbeda. Tangan senior bisa menusuk dengan tepat, dan tidak terlalu sakit karena cara menusuknya yang tidak langsung dengan tenaga penuh melainkan ditusuk dengan perlahan dan kemudian baru ditekan, sambil dipegang telapak kakinya dengan nyaman sehingga tidak terlalu nyeri. Cara memijatnya juga berbeda, telapak tangannya di tempelkan ke area yang dipijat baru kemudian ditekan, sedangkan si  junior cara memijatnya seperti memencet sehingga rasanya tidak nyaman.

Selesai satu paket hasilnya memang tidak luar biasa. Mungkin aku yang memiliki ekspektasi terlalu tinggi karena terpengaruh iklan. Aku berharap ada keajaiban sehingga kistanya langsung hilang. Ternyata itu tidak terjadi. Kistanya masih tetap ada dan besarnya hampir tidak berkurang jika diraba. Namun hasil lainnya juga tidak dapat dipungkiri, bahwa aku merasa lebih sehat. Lambungku lebih nyaman, selera makanku bagus walaupun hanya makan sayur-sayuran dan lauk seadanya karena banyak sekali makanan pantangannya. Selain itu, tidurku juga lebih baik, setiap kali habis terapi aku selalu lebih cepat mengantuk dan tidur nyenyak.

Terapi berikutnya aku hanya ambil akupresurnya saja karena jujur saja aku merasa kurang puas dengan terapi chikungnya. Mungkin faktor sugesti juga berpengaruh, karena chikungnya hanya dilakukan terapis perempuan, dan kebetulan terapis perempuannya cuma satu dan masih junior (baru dua bulan), jadi aku merasa kurang yakin (sorii...). Oleh karena itu, daripada aku buang-buang uang, maka kuputuskan aku ambil akupresurnya saja.

Kista Mesentrium

Awal tahun dikejutkan dengan hasil pemeriksaan terhadap sebuah benjolan yang sudah setahunan ini bersarang di perut kanan. Karena tidak ada rasa sakit, maka benjolan itu tidak pernah kupikirkan apalagi kuperiksakan. Tapi entah kenapa hari itu aku tiba-tiba ingin menjumpai dokter.

Tanggal 7 Januari, mendaftarkan diri ke tempat praktik dr. Nadrizal, Sp.PD di Simpang Mangga. Diagnosa awalnya adalah Hepatomegalia (pembesaran hati?) dan diberi surat rujukan USG ke RS. Bratanata. Setelah menyerahkan tanda kasih Rp 100.000, aku pergi ke RS. Bratanata malam itu juga. Dapat info untuk puasa mulai jam 10 malam dan biaya USG Rp 170.000.

Esok harinya, pemeriksaan USG Abdomen oleh dr. A Rivai Soe'eb, Sp. Rad. Hasilnya tak sampai satu jam kemudian sudah bisa diambil. Karena dr. Nadrizal praktik di situ juga, maka sekalian aku mendaftarkan diri konsul ke beliau. Sambil menunggu jam buka praktik, menikmati semangkuk soto ayam depan RS. Theresia, dengan harga yang menurutku cukup mahal karena tidak sebanding dengan rasanya.

Konsul hanya beberapa menit saja karena hanya dua kalimat yang kuingat. Kalimat pertama, "Untung bukan Hepatoma, kalau Hepatoma saya angkat tangan." Kalimat kedua, "Operasi!". Selanjutnya adalah instruksi untuk menghadap dokter bedah.

Pulang dengan gontai. Sampai di rumah, baru kubaca hasil pemeriksaan USG Abdomen. Inilah hasilnya: sebelah medial dari ginjal kanan dan di bawah dari kandung empedu terdapat lesi kistik yang hipoechoic, batas tegas, dengan ukuran 7,73 cm, tak terlihat adanya turbulensi cairan. Kesimpulan: kista pada abdomen/kista mesentrium.

Popular Posts