- Penjabaran SK-KD Menjadi Indikator
- Program Tahunan
- Program Semester
- Silabus
- KKM Kelas X
- KKM Kelas XI
- KKM Kelas XII
- RPP Kelas X
- RPP Kelas XI
- RPP Kelas XII
Ngaturaken ►► |
30 November 2010
Perangkat Mengajar Agama Buddha SLTA
Perangkat mengajar Pendidikan Agama Buddha SLTA (SMA/SMK)
Soal Ujian Semester Agama Buddha SMP
Soal-soal ujian semester ganjil mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk SMP
23 November 2010
Jamuran?
Anda jamuran? Jika jawabannya iya, jangan khawatir karena banyak orang pernah mengalaminya.(termasuk saya :D). Berikut adalah kisah sedihku yang sedang berupaya mendapatkan kesembuhan dari seorang dokter online bernama Cak Moki dalam rangka mengusir jamur yang tak enak dimakan ini dari tubuhku.
Dok, sy jg sdg menderita jamuran. Berawal dr bintik kecil merah nan gatal di pinggang, stlh digaruk, akhirnya bertmbh banyak dan menyebar kemana2 (lipatan tangan, dan payudara). Pertama berobat dikasih ketoconazole oral (dari Hexapharm) dan salep racikan. salep dipakai tp obat oralnya cuma terminum beberapa (malas). Pas salep habis, dtg lagi ke dokter, dikasih lg obat yg sama, dan berakhir sama, hasilnya bintik2 berkurang, kulit menghitam dan terasa tebal. Saat itu ada gatal2 di areola yg karena digaruk akhirnya lecet dan infeksi (permukaan areola berkerak putih mengelupas dan ada bagian yg berair/bernanah). Akhirnya dtg lagi ke dokter, dikasih ketoconazole oral dan Sporex cream untuk di badan. Untuk payudara dikasih Clindamycin 150 2×1 selama hari dan Fuson cream plus 1 btl cairan infus (Nacl 0,9%) untuk membersihkan dan mengompres payudara 3x sehari pakai perban.Stlh 5 hr disuruh dtg lg, tp blm sempat (skr hari ke-8). Kondisi terkini, bintik2 merah makin byk dan gatal bgt (di pinggang dan lipatan tangan), areola sdh tinggal sdkt yg berair. Pertanyaan saya:
1. Jika minum ketoconazole-nya tdk disiplin apa bisa resisten?
2. Apakah obat dg merek2 tsb (Askes) sdh cukup bagus atau perlu beli obat non generik?
3. haruskah minum Clindamycin lagi? kpn salepnya dihentikan?
4. Konsumsi obat2 tsb apakah mempengaruhi jika sdg program hamil?
1. Jika minum ketoconazole-nya tdk disiplin apa bisa resisten?
2. Apakah obat dg merek2 tsb (Askes) sdh cukup bagus atau perlu beli obat non generik?
3. haruskah minum Clindamycin lagi? kpn salepnya dihentikan?
4. Konsumsi obat2 tsb apakah mempengaruhi jika sdg program hamil?
Ini dia jawaban dokternya:
1) Kalo tidak disiplin, yang jelas tidak akan sembuh. Pada umumnya, hasil pengobatan akan nampak setelah memasuki minggu ketiga minum Ketoconazole.2) Cukup dengan generik… yang penting teratur, sedikitnya 3-4 minggu… merk apapun, bahkan yang paling mahal, tidak akan sembuh kalo gak teratur.
3) Clindamycin hanya digunakan lagi kalo ada infeksi sekunder akibat garukan (sengaja ataupun gak sengaja).
Salep Fuson dihentika kalo infeksi sekunder udah hilang.
4) Tidak .. obat-2 tersebut adalah obat kategori B pada kehamilan yang artinya aman bagi janin.
Kondisi terkini:
Ini adalah hari ke-15 aku mengkonsumsi Ketoconazole (pil terakhir)
Seminggu yang lalu aku mengganti salep untuk gatal-gatal di badan dengan Pi Kang Shuang yang kubeli di toko ramuan cina. Pertama dioles tak ada rasa apa-apa tetapi ajaibnya kulitku tak lagi memerah, rasa gatal juga berkurang, so...lanjut deh pake salep itu. Akhirnya sekarang lipatan kulit terasa kering, bersih, tidak gatal, tidak menghitam, tidak terasa tebal, dan tidak berkerak... it means...sudah sembuh.
Weww, seneng banget rasanya terbebas dari jamur-jamur nakal ini (walopun belum 100). Entah obat yang mana yang berjasa menyembuhkanku, tapi entah mengapa aku sangat berterima kasih pada Pi Kang Shuang. Mungkin otakku terlanjur tersugesti bahwa "obat yang gratisan" itu tidak manjur, jadi yang manjur adalah yang dibeli dengan penuh keyakinan bahwa obat itu akan menyembuhkan (walopun harganya cuma ribu).
19 November 2010
Konsep "Ehipassiko"
EHIPASSIKO : Datang dan buktikan sendiri
Janganlah menerima sesuatu berdasarkan desas desus,
Janganlah menerima sesuatu atas dasar tradisi,
Janganlah menerima sesuatu atas dasar kabar angin,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu tertera dalam kitab sucimu,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena anggapan/perkiraan belaka,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena kesimpulan belaka,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena pertimbangan penampilan belaka,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu sesuai dengan pemahamanmu dari awal,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu dianggap bisa diterima,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu diucapkan oleh orang yang kita hormati,
Akan tetapi, setelah analisa dan penyelidikan yang cermat,
kalian menemukan sesuatu yang sejalan dengan, dan mengakibatkan kebaikan
serta baik untuk kepentingan satu dan semua,
maka terimalah ajaran tersebut dan
hiduplah sesuai ajaran tersebut.
(Kalama Sutta)
Janganlah menerima sesuatu berdasarkan desas desus,
Janganlah menerima sesuatu atas dasar tradisi,
Janganlah menerima sesuatu atas dasar kabar angin,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu tertera dalam kitab sucimu,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena anggapan/perkiraan belaka,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena kesimpulan belaka,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena pertimbangan penampilan belaka,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu sesuai dengan pemahamanmu dari awal,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu dianggap bisa diterima,
Janganlah menerima sesuatu hanya karena sesuatu itu diucapkan oleh orang yang kita hormati,
Akan tetapi, setelah analisa dan penyelidikan yang cermat,
kalian menemukan sesuatu yang sejalan dengan, dan mengakibatkan kebaikan
serta baik untuk kepentingan satu dan semua,
maka terimalah ajaran tersebut dan
hiduplah sesuai ajaran tersebut.
(Kalama Sutta)
17 November 2010
PEMBALASAN PANGERAN VIRUDHAKA II
Bagian.2
Sang Buddha menjawab: “Suku Sakya adalah rakyatku, keluargaku. Aku duduk didepan sebatang pohon mati karena besarnya kesedihanku terhadapnya.” Merasa malu Virudhaka kembali ke istananya. Tetapi Sang Buddha menyadari bahwa orang-orang Sakya, menerima akibat karma mereka, dan akan segera dihancurkan oleh musuh mereka. Beliau lalu mendorong mereka semua agar melakukan perbuatan baik dan menjalani Dharma. Sehingga memungkinkan untuk menjadi Srotapana, Sakadagami dan Anagami.
Di istana, sebaliknya, putera menteri telah memprotes perihal kekalahan mereka kepada Virudhaka, dengan berkata: “Tidak mungkin kita akan dapat menghalau Suku Sakya dengan cara seperti ini. Kita harus memerangi mereka.” Lalu mereka kembali bergerak dengan bala tentara mereka.
Sebagai kepastian sementara, Sang Bhagavan mengutus Arya Maudgalyayana untuk melindungi Suku Sakya dari para prajurit tersebut. Pada peristiwa itu, Suku Sakya membuat kesepakatan bersama: “Kini karma masa lampau, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagavan, akan berbuah. Kita tak boleh terhasut, meskipun para tentara itu menantang kita. Biarlah ini yang menjadi ketentuan, atau diantara kita tak ada yang akan dapat lolos, bahkan juga tidak ada diantara kita yang tak pernah berbuat salah.”
Akan tetapi seorang Suku Sakya bernama Sambhaka, tanpa berunding dengan siapapun, menjadi marah dan menyerang pasukan Virudhaka, membunuh begitu banyak prajurit hingga Virudhaka dikalahkan serta mundur. Ketika Sambhaka kembali dari pertempuran, Suku Sakya yang telah dibatasi oleh aturan terhadap tantangan sangat kebingungan. Sambhaka bersama pengikutnya mendengarkan Dharma dari Sang Bhagavan, hingga akhirnya, setelah meminta kepada Sang Buddha beberapa rambutnya, mereka melarikan diri ke negeri Vatuta, membawa guntingan rambut Buddha bersama mereka. Disana mereka mendirikan sebuah stupa untuk menyimpan rambut tersebut.
Kembali Virudhaka mengerahkan balatentaranya, kali ini membunuh tujuh kali tujuh puluh ribu Suku Sakya. Menakhlukan limaratus orang tentara Sakya dengan pedang besi dan gajah, mereka membuat kota Sakya kosong, terlarang dan juga membawa seribu orang gadis Sakya. Meskipun Sang Bhagavan merasa sangat sedih dan berbelaskasihan pada peristiwa tersebut, beliau tak dapat mencegahnya.
Para bhiksu bertanya karma apakah yang telah menciptakan penghancuran seperti ini, Sang Buddha menjawab: “Dahulu kala, serombongan nelayan menangkap dua ekor ikan besar dari sungai, memotongnya dan kemudian memakannya. Kedua ekor ikan tersebut selanjutnya terlahir kembali sebagai perampok dan merampok orang Sakya, kemudian juga dibunuh secara beramai-ramai oleh orang-orang Sakya yang sama dengan cara dibakar di suatu tiang. Dua ikan tersebut sekarang menjadi Virudhaka dan menterinya, sehingga saling bekerjasama untuk mengambil kehidupan orang Sakya telah terjadi.”
Ketika Virudhaka kembali kenegerinya, Pangeran Jeta bertanya kepadanya mengapa ia begitu kejam dan tanpa perasaan membunuh begitu banyak Suku Sakya yang sama sekali tidak mengganggu negerinya. Dalam kemarahan yang memuncak, Virudhaka membunuh Pangeran Jeta. Virudhaka kini dikuasai oleh kesombongan kejahatan dan kekuatan, melampaui batas, para gadis Sakya yang malang, diperintahkan: “Potong tangan mereka!” Dari tangan-tangan mereka menciptakan sebuah kolam yang dikenal sebagai Kolam Hati Darah Tangan.
Para gadis memohon perlindungan kepada Sang Bhagavan, dan serombongan bidadari memandikan dan mengganti busana mereka. Para gadis tersebut lalu maninggal dan terlahir kembali sebagai dewa, dan Sang Bhagavan mengajari mereka Dharma.
Tentang sebab dan akibat karma mereka; Dahulu kala, para gadis itu merupakan pengikut Buddha Kasyapa. Mereka membuat persembahan dengan pikiran yang suci, akan tetapi resah dengan tangan mereka dan berbicara mengenai hal-hal demikian: “Jika kepala setuju, kaki juga setuju.” Demikianlah karma akibat dari mengucapkan hal-hal yang tidak beralasan.
Ketika itu Virudhaka mengutus orang untuk mencari tahu apa yang telah dikatakan oleh Sang Buddha. Mendengar Sang Buddha berkata kepada para bhiksu bahwa sang raja dan menterinya akan mati setelah tujuh hari oleh api, mata-mata tersebut kembali dan memberitahukan hal ini kepada rajanya.
Selama tujuh hari, raja dan menterinya berdiam didalam sebuah perahu besar ditengah sungai dan melarang penyalaan api apapun di ruangan mereka. Akan tetapi kediamannya yang dihiasi dengan kaca kristal, dan matahari yang menyinari kaca kristal tersebut menyebabkan perahu tersulut api serta terbakar seluruhnya, menghanguskan sang raja bersama menterinya. Demikianlah buah karma yang tak dapat dielakkan.
Selesai.
NASEHAT
Jika orang mempunyai jejak karma baik, pada saatnya akan bermanifesasi juga, bagaimanapun jalan serta prosesnya. Penampilan lahiriah seseorang, kulit tubuhnya, telapak tangannya,air mukanya, serta tanda-tanda pada tubuhnya, baik pria ataupun wanita, semua itu erat kaitannya dengan jejak karma masa lampau seseorang. Pun juga kebiasaan, tabiat serta cara pandang hidupnya.
Karma baik berasal dari tekad serta kemauan, kalau dirimu merasa kurang beruntung serta kurang-kurang lainnya, tepat kiranya untuk terus membuat karma-karma baik yang nyata melalui tubuh mu, ucapan mu, dan pikiranmu. Jangan lakukan yang sebaliknya. Sudah kurang baik karmanya, malah berbuat tidak baik. Dengan lebih banyak membuat karma baik meskipun keadaan mu kini mengecewakan, pada saatnya kekuatan kebajikan mu akan mengubahnya.
Senang mencela dan menghina bisa mengundang mala petaka, meski itu terhadap orang2 yang dianggap remeh dan rendah. Hargailah orang lain sepatutnya. Hapus kehendak untuk mencela dan menghina orang. Kekang pikiran negatif mu.
Kemarahan bisa berakibat panjang, penyesalan dan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kendalikan emosimu, jangan turuti, tak ada hal baik yang akan kau dapat. Sejukan hatimu dengan nasehat kebajikan. Orang yang baik, tak mudah terhasut dan terpancing emosinya. Pertengkaran, permusuhan, perceraian rumah tangga, bahkan kekerasan juga karena amarah yang tak terkendali. Kuatkan kebjikan hati dengan cinta kasih, hanya cinta kasih dan kesabaran yang bisa mengalahkan api amarah.
Keyakinan akan hukum sebab akibat karma, akan membawa kebahagiaan yang besar jika disemai diladang metta karuna serta kesabaran.
Sang Buddha menjawab: “Suku Sakya adalah rakyatku, keluargaku. Aku duduk didepan sebatang pohon mati karena besarnya kesedihanku terhadapnya.” Merasa malu Virudhaka kembali ke istananya. Tetapi Sang Buddha menyadari bahwa orang-orang Sakya, menerima akibat karma mereka, dan akan segera dihancurkan oleh musuh mereka. Beliau lalu mendorong mereka semua agar melakukan perbuatan baik dan menjalani Dharma. Sehingga memungkinkan untuk menjadi Srotapana, Sakadagami dan Anagami.
Di istana, sebaliknya, putera menteri telah memprotes perihal kekalahan mereka kepada Virudhaka, dengan berkata: “Tidak mungkin kita akan dapat menghalau Suku Sakya dengan cara seperti ini. Kita harus memerangi mereka.” Lalu mereka kembali bergerak dengan bala tentara mereka.
Sebagai kepastian sementara, Sang Bhagavan mengutus Arya Maudgalyayana untuk melindungi Suku Sakya dari para prajurit tersebut. Pada peristiwa itu, Suku Sakya membuat kesepakatan bersama: “Kini karma masa lampau, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagavan, akan berbuah. Kita tak boleh terhasut, meskipun para tentara itu menantang kita. Biarlah ini yang menjadi ketentuan, atau diantara kita tak ada yang akan dapat lolos, bahkan juga tidak ada diantara kita yang tak pernah berbuat salah.”
Akan tetapi seorang Suku Sakya bernama Sambhaka, tanpa berunding dengan siapapun, menjadi marah dan menyerang pasukan Virudhaka, membunuh begitu banyak prajurit hingga Virudhaka dikalahkan serta mundur. Ketika Sambhaka kembali dari pertempuran, Suku Sakya yang telah dibatasi oleh aturan terhadap tantangan sangat kebingungan. Sambhaka bersama pengikutnya mendengarkan Dharma dari Sang Bhagavan, hingga akhirnya, setelah meminta kepada Sang Buddha beberapa rambutnya, mereka melarikan diri ke negeri Vatuta, membawa guntingan rambut Buddha bersama mereka. Disana mereka mendirikan sebuah stupa untuk menyimpan rambut tersebut.
Kembali Virudhaka mengerahkan balatentaranya, kali ini membunuh tujuh kali tujuh puluh ribu Suku Sakya. Menakhlukan limaratus orang tentara Sakya dengan pedang besi dan gajah, mereka membuat kota Sakya kosong, terlarang dan juga membawa seribu orang gadis Sakya. Meskipun Sang Bhagavan merasa sangat sedih dan berbelaskasihan pada peristiwa tersebut, beliau tak dapat mencegahnya.
Para bhiksu bertanya karma apakah yang telah menciptakan penghancuran seperti ini, Sang Buddha menjawab: “Dahulu kala, serombongan nelayan menangkap dua ekor ikan besar dari sungai, memotongnya dan kemudian memakannya. Kedua ekor ikan tersebut selanjutnya terlahir kembali sebagai perampok dan merampok orang Sakya, kemudian juga dibunuh secara beramai-ramai oleh orang-orang Sakya yang sama dengan cara dibakar di suatu tiang. Dua ikan tersebut sekarang menjadi Virudhaka dan menterinya, sehingga saling bekerjasama untuk mengambil kehidupan orang Sakya telah terjadi.”
Ketika Virudhaka kembali kenegerinya, Pangeran Jeta bertanya kepadanya mengapa ia begitu kejam dan tanpa perasaan membunuh begitu banyak Suku Sakya yang sama sekali tidak mengganggu negerinya. Dalam kemarahan yang memuncak, Virudhaka membunuh Pangeran Jeta. Virudhaka kini dikuasai oleh kesombongan kejahatan dan kekuatan, melampaui batas, para gadis Sakya yang malang, diperintahkan: “Potong tangan mereka!” Dari tangan-tangan mereka menciptakan sebuah kolam yang dikenal sebagai Kolam Hati Darah Tangan.
Para gadis memohon perlindungan kepada Sang Bhagavan, dan serombongan bidadari memandikan dan mengganti busana mereka. Para gadis tersebut lalu maninggal dan terlahir kembali sebagai dewa, dan Sang Bhagavan mengajari mereka Dharma.
Tentang sebab dan akibat karma mereka; Dahulu kala, para gadis itu merupakan pengikut Buddha Kasyapa. Mereka membuat persembahan dengan pikiran yang suci, akan tetapi resah dengan tangan mereka dan berbicara mengenai hal-hal demikian: “Jika kepala setuju, kaki juga setuju.” Demikianlah karma akibat dari mengucapkan hal-hal yang tidak beralasan.
Ketika itu Virudhaka mengutus orang untuk mencari tahu apa yang telah dikatakan oleh Sang Buddha. Mendengar Sang Buddha berkata kepada para bhiksu bahwa sang raja dan menterinya akan mati setelah tujuh hari oleh api, mata-mata tersebut kembali dan memberitahukan hal ini kepada rajanya.
Selama tujuh hari, raja dan menterinya berdiam didalam sebuah perahu besar ditengah sungai dan melarang penyalaan api apapun di ruangan mereka. Akan tetapi kediamannya yang dihiasi dengan kaca kristal, dan matahari yang menyinari kaca kristal tersebut menyebabkan perahu tersulut api serta terbakar seluruhnya, menghanguskan sang raja bersama menterinya. Demikianlah buah karma yang tak dapat dielakkan.
Selesai.
NASEHAT
Jika orang mempunyai jejak karma baik, pada saatnya akan bermanifesasi juga, bagaimanapun jalan serta prosesnya. Penampilan lahiriah seseorang, kulit tubuhnya, telapak tangannya,air mukanya, serta tanda-tanda pada tubuhnya, baik pria ataupun wanita, semua itu erat kaitannya dengan jejak karma masa lampau seseorang. Pun juga kebiasaan, tabiat serta cara pandang hidupnya.
Karma baik berasal dari tekad serta kemauan, kalau dirimu merasa kurang beruntung serta kurang-kurang lainnya, tepat kiranya untuk terus membuat karma-karma baik yang nyata melalui tubuh mu, ucapan mu, dan pikiranmu. Jangan lakukan yang sebaliknya. Sudah kurang baik karmanya, malah berbuat tidak baik. Dengan lebih banyak membuat karma baik meskipun keadaan mu kini mengecewakan, pada saatnya kekuatan kebajikan mu akan mengubahnya.
Senang mencela dan menghina bisa mengundang mala petaka, meski itu terhadap orang2 yang dianggap remeh dan rendah. Hargailah orang lain sepatutnya. Hapus kehendak untuk mencela dan menghina orang. Kekang pikiran negatif mu.
Kemarahan bisa berakibat panjang, penyesalan dan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kendalikan emosimu, jangan turuti, tak ada hal baik yang akan kau dapat. Sejukan hatimu dengan nasehat kebajikan. Orang yang baik, tak mudah terhasut dan terpancing emosinya. Pertengkaran, permusuhan, perceraian rumah tangga, bahkan kekerasan juga karena amarah yang tak terkendali. Kuatkan kebjikan hati dengan cinta kasih, hanya cinta kasih dan kesabaran yang bisa mengalahkan api amarah.
Keyakinan akan hukum sebab akibat karma, akan membawa kebahagiaan yang besar jika disemai diladang metta karuna serta kesabaran.
PEMBALASAN PANGERAN VIRUDHAKA
Bagian.1
Sang Buddha kembali mengajarkan Dharma hukum sebab akibat karma kepada para makhluk yang terlatih.
Dahulukala di Kapilavastu, ibukota Sakya, terdapat seorang gadis pelayan dari bangsawan Sakya bernama Mahanama, pelayan tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik bernama Mallika, yang pintar, bijak dan baik hati. Pada suatu hari, dalam menjalankan tugas dari majikannya, Mallika pergi kesuatu hutan. Di sana ia melihat kedatangan Sang Buddha, dan seketika bangkit keyakinan yang sangat kuat kepada Sang Buddha. Mallika ingin melakukan persemahan, tetapi merasa bahwa dirinya tidak dapat mendekati Sang Buddha, karena dia hanyalah seorang gadis pelayan.
Sang Bhagavan mengetahui pikirannya dan meminta sedekah kepadanya. senang sekali, ia memberikan sedekah dan berdoa agar diberkati kebebasan dari hidup sebagai pelayan. Seorang brahmana sahabat ayahnya, yang juga seorang peramal, memandangnya dan berkata; “Puteri temanku, karena dirimu tak punya harta benda, kau harus hidup menjadi pelayan orang lain. Tapi kamu tak akan lama memikul beban ini. Kamu sungguh cantik dan menarik. Telapak tanganmu selembut bunga teratai surgawi, dan kamu mempunyai tanda chakra serta kail besi ditanganmu. Jelas sekali bahwa kamu akan menjadi seorang ratu.”
Tak lama setelah itu, Raja Prasenajit dari Kosala, pergi berburu rusa dihutan. Kudanya yang terbaik tak butuh waktu lama sudah membawanya sampai di Kapilavastu, dimana disitu raja melihat Mallika dan menjadi jatuh hati kepadanya. Raja membicarakan perihal Mallika pada Sakya Mahanama, yang telah memberinya busana terbaik dan permata seolah-olah ia merupakan anaknya sendiri, dan menghadiahkannya kepada sang raja. Raja Prasenajit bersama Mallika selanjutnya pergi bersama-sama dengan mengendarai gajah kerajaan.
Kini tentang Ratu Varsika, istri pertama sang raja, yang adalah seorang puteri yang sangat cantik laksana seorang bidadari. Menggandeng Mallika dengan tangannya, ia kagum pada kulit Mallika yang sehalus bunga teratai, dan juga kagum bahwa dia lebih cantik dari dirinya.
Sang Buddha berkata kepada para bhiksu: “Dahulukala, kedua permaisuri itu adalah istri dari seorang brahmana bernama Srutapara. Nama mereka adalah Kanta dan Sarika. Ketika itu Kanta mengundang seorang Pratyekabuddha kekediaman Srutapara dan menghormatinya selama tiga bulan. Setelah menyucikan dirinya dan melakukan persembahan kepada Pratyekabuddha tersebut, Kanta kini menjadi Varsika, yang secantik para bidadari. Sarika juga melakukan persembahan dengan berbagai persembahan yang manis, lembut serta bendah-benda indah lainya, dan kini dia menjadi Mallika, orang yang lembut bila disentuh.”
Mallika kemudian mempunyai seorang putera dari sang raja. Anak itu tumbuh menjadi cerdas, kuat dan pemberani sehingga kemudian dipanggil Virudhaka atau Yang Lahir Mulia. Dalam masa remajanya, ia berkawan bersama putera seorang menteri bernama Dirghacarayana, seorang anak yang juga sebaya dengan dirinya yang juga di kenal dengan nama Maturduhkha, mereka berdua menjadi sahabat karib. Pada suatu hari, mereka berdua bepergian diatas punggung kuda ke kota Sakya, yang mana orang-orang Sakya mentertawainya, mereka berteriak: “Lihatlah itu! Kita bersama dengan anak dari seorang gadis pelayan!” Terdorong oleh keinginan untuk membalas penghinaan tersebut, Virudhaka diam-diam merencanakan akan merebut singgasana kerajaan. Tak lama setelah itu, saat ayahandanya, Raja Prasenajit, pergi dari kota untuk mendengankan Sang Buddha mengajarkan Dharma, Virudhaka memerintahkan sahabatnya Dirghacarana, yang telah menjadi kusir sang raja, agar meninggalkan sang raja ditempat pengajaran dan segera kembali ke rumah tanpa membawa kereta. Virudhaka lalu merebut tahta.
Setelah Raja Prasenajit selesai menerima ajaran Dharma, ia mendapati kedua menterinya tersebut berikut keretanya telah pergi, sehingga sang raja kembali ke istana dengan berjalan kaki. Di perjalanan, sang raja bertemu dengan kedua orang istrinya, yang memberitahunya bahwa puteranya telah merebut tahta kerajaan. Berharap mendapatkan bantuan untuk mengatasi keadaan tersebut, sang raja memutuskan pergi bersama permaisuri Varsika ke Rajagriha, negeri sahabatnya Ajatasatru. Di perjalanan raja merasa sangat lapar dan memakan beberapa umbi-umbian. Hingga, setelah minum air, sang raja meninggal karena sakit perut.
Sementara itu, Raja Ajatasatru, mendengar bahwa sahabatnya telah datang, keluar untuk menyambutnya. Saat ia mendapati bahwa Raja Prasenajit telah meninggal, ia menjadi sangat terpukul. Saat itu juga Raja Ajatasatru pergi menemui Sang Buddha dan berkata: “Jika kami tak dapat membantu sahabat kami, lalu untuk apa memiliki sahabat bahkan juga kedudukan, jika ternyata semuanya tak berguna? Bagaimana mulanya hingga karma sahabat kami masak dengan jalan seperti ini?”
Sang Buddha menjawab: “Demikianlah, semua yang terbentuk tiada kekal. Itulah sebabnya sangat perlu bagimu untuk bermeditasi Samadhi ketenangan.
“Jauh dimasa lampau, seorang brahmana bernama Susarma, Sangat Bahagia, mendapat sebuah lobak. Telah menyerahkannya kepada ibunya untuk dibuat makan malam, ia lalu pergi kerumah pemandian didekatnya. Merasa lapar, ia pulang kerumah dan di jalan, ia melihat lobaknya berada didalam mangkuk pindapatra seorang Pratyekabuddha. Menganggap bahwa ibunya tentu telah memberikan lobak tersebut, seketika ia berkata kepada ibunya, “Dimana lobakku?” “Aku telah memberikannya kepada seorang Pratyekabuddha,” jawab ibunya, “dengan begitu kamu bisa turut beranumodana atas kebajikannya.” Sang brahmana menjadi sangat marah dan membentak, “Semoga sebuah lobak yang sama akan muncul dalam hidupku yang akan datang! Semoga ia tak dapat dicerna dan menyebabkan orang yang memakannya mati karenanya!”
“Orang yang benazar tersebut adalah Raja Prasenajit. Ia menjadi seorang raja berkat kebajikan dari orang lain (ibunya), akan tetapi karena masaknya kehinaan tersebut, ia tak dapat mencerna lobak dan meninggal.”
Sementara itu, Virudhaka bersama dengan para menterinya, keduanya tetap menyimpan dendam yang besar, mengumpulkan balatentaranya dan berbaris menuju ke kota Sakya. Sang Bhagavan, mengetahui hal ini, beliau duduk sendirian dihadapan sebatang pohon mati ditepi jalan. Virudhaka melihat Sang Buddha duduk disana, bersujud kepadanya, lalu berkata: “Mengapa Sang Bhagavan tidak duduk dibawah pohon yang teduh yang menyenangkan? Mengapa engkau duduk didepan sebuah pohon yang sudah mati?”
Sang Buddha kembali mengajarkan Dharma hukum sebab akibat karma kepada para makhluk yang terlatih.
Dahulukala di Kapilavastu, ibukota Sakya, terdapat seorang gadis pelayan dari bangsawan Sakya bernama Mahanama, pelayan tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik bernama Mallika, yang pintar, bijak dan baik hati. Pada suatu hari, dalam menjalankan tugas dari majikannya, Mallika pergi kesuatu hutan. Di sana ia melihat kedatangan Sang Buddha, dan seketika bangkit keyakinan yang sangat kuat kepada Sang Buddha. Mallika ingin melakukan persemahan, tetapi merasa bahwa dirinya tidak dapat mendekati Sang Buddha, karena dia hanyalah seorang gadis pelayan.
Sang Bhagavan mengetahui pikirannya dan meminta sedekah kepadanya. senang sekali, ia memberikan sedekah dan berdoa agar diberkati kebebasan dari hidup sebagai pelayan. Seorang brahmana sahabat ayahnya, yang juga seorang peramal, memandangnya dan berkata; “Puteri temanku, karena dirimu tak punya harta benda, kau harus hidup menjadi pelayan orang lain. Tapi kamu tak akan lama memikul beban ini. Kamu sungguh cantik dan menarik. Telapak tanganmu selembut bunga teratai surgawi, dan kamu mempunyai tanda chakra serta kail besi ditanganmu. Jelas sekali bahwa kamu akan menjadi seorang ratu.”
Tak lama setelah itu, Raja Prasenajit dari Kosala, pergi berburu rusa dihutan. Kudanya yang terbaik tak butuh waktu lama sudah membawanya sampai di Kapilavastu, dimana disitu raja melihat Mallika dan menjadi jatuh hati kepadanya. Raja membicarakan perihal Mallika pada Sakya Mahanama, yang telah memberinya busana terbaik dan permata seolah-olah ia merupakan anaknya sendiri, dan menghadiahkannya kepada sang raja. Raja Prasenajit bersama Mallika selanjutnya pergi bersama-sama dengan mengendarai gajah kerajaan.
Kini tentang Ratu Varsika, istri pertama sang raja, yang adalah seorang puteri yang sangat cantik laksana seorang bidadari. Menggandeng Mallika dengan tangannya, ia kagum pada kulit Mallika yang sehalus bunga teratai, dan juga kagum bahwa dia lebih cantik dari dirinya.
Sang Buddha berkata kepada para bhiksu: “Dahulukala, kedua permaisuri itu adalah istri dari seorang brahmana bernama Srutapara. Nama mereka adalah Kanta dan Sarika. Ketika itu Kanta mengundang seorang Pratyekabuddha kekediaman Srutapara dan menghormatinya selama tiga bulan. Setelah menyucikan dirinya dan melakukan persembahan kepada Pratyekabuddha tersebut, Kanta kini menjadi Varsika, yang secantik para bidadari. Sarika juga melakukan persembahan dengan berbagai persembahan yang manis, lembut serta bendah-benda indah lainya, dan kini dia menjadi Mallika, orang yang lembut bila disentuh.”
Mallika kemudian mempunyai seorang putera dari sang raja. Anak itu tumbuh menjadi cerdas, kuat dan pemberani sehingga kemudian dipanggil Virudhaka atau Yang Lahir Mulia. Dalam masa remajanya, ia berkawan bersama putera seorang menteri bernama Dirghacarayana, seorang anak yang juga sebaya dengan dirinya yang juga di kenal dengan nama Maturduhkha, mereka berdua menjadi sahabat karib. Pada suatu hari, mereka berdua bepergian diatas punggung kuda ke kota Sakya, yang mana orang-orang Sakya mentertawainya, mereka berteriak: “Lihatlah itu! Kita bersama dengan anak dari seorang gadis pelayan!” Terdorong oleh keinginan untuk membalas penghinaan tersebut, Virudhaka diam-diam merencanakan akan merebut singgasana kerajaan. Tak lama setelah itu, saat ayahandanya, Raja Prasenajit, pergi dari kota untuk mendengankan Sang Buddha mengajarkan Dharma, Virudhaka memerintahkan sahabatnya Dirghacarana, yang telah menjadi kusir sang raja, agar meninggalkan sang raja ditempat pengajaran dan segera kembali ke rumah tanpa membawa kereta. Virudhaka lalu merebut tahta.
Setelah Raja Prasenajit selesai menerima ajaran Dharma, ia mendapati kedua menterinya tersebut berikut keretanya telah pergi, sehingga sang raja kembali ke istana dengan berjalan kaki. Di perjalanan, sang raja bertemu dengan kedua orang istrinya, yang memberitahunya bahwa puteranya telah merebut tahta kerajaan. Berharap mendapatkan bantuan untuk mengatasi keadaan tersebut, sang raja memutuskan pergi bersama permaisuri Varsika ke Rajagriha, negeri sahabatnya Ajatasatru. Di perjalanan raja merasa sangat lapar dan memakan beberapa umbi-umbian. Hingga, setelah minum air, sang raja meninggal karena sakit perut.
Sementara itu, Raja Ajatasatru, mendengar bahwa sahabatnya telah datang, keluar untuk menyambutnya. Saat ia mendapati bahwa Raja Prasenajit telah meninggal, ia menjadi sangat terpukul. Saat itu juga Raja Ajatasatru pergi menemui Sang Buddha dan berkata: “Jika kami tak dapat membantu sahabat kami, lalu untuk apa memiliki sahabat bahkan juga kedudukan, jika ternyata semuanya tak berguna? Bagaimana mulanya hingga karma sahabat kami masak dengan jalan seperti ini?”
Sang Buddha menjawab: “Demikianlah, semua yang terbentuk tiada kekal. Itulah sebabnya sangat perlu bagimu untuk bermeditasi Samadhi ketenangan.
“Jauh dimasa lampau, seorang brahmana bernama Susarma, Sangat Bahagia, mendapat sebuah lobak. Telah menyerahkannya kepada ibunya untuk dibuat makan malam, ia lalu pergi kerumah pemandian didekatnya. Merasa lapar, ia pulang kerumah dan di jalan, ia melihat lobaknya berada didalam mangkuk pindapatra seorang Pratyekabuddha. Menganggap bahwa ibunya tentu telah memberikan lobak tersebut, seketika ia berkata kepada ibunya, “Dimana lobakku?” “Aku telah memberikannya kepada seorang Pratyekabuddha,” jawab ibunya, “dengan begitu kamu bisa turut beranumodana atas kebajikannya.” Sang brahmana menjadi sangat marah dan membentak, “Semoga sebuah lobak yang sama akan muncul dalam hidupku yang akan datang! Semoga ia tak dapat dicerna dan menyebabkan orang yang memakannya mati karenanya!”
“Orang yang benazar tersebut adalah Raja Prasenajit. Ia menjadi seorang raja berkat kebajikan dari orang lain (ibunya), akan tetapi karena masaknya kehinaan tersebut, ia tak dapat mencerna lobak dan meninggal.”
Sementara itu, Virudhaka bersama dengan para menterinya, keduanya tetap menyimpan dendam yang besar, mengumpulkan balatentaranya dan berbaris menuju ke kota Sakya. Sang Bhagavan, mengetahui hal ini, beliau duduk sendirian dihadapan sebatang pohon mati ditepi jalan. Virudhaka melihat Sang Buddha duduk disana, bersujud kepadanya, lalu berkata: “Mengapa Sang Bhagavan tidak duduk dibawah pohon yang teduh yang menyenangkan? Mengapa engkau duduk didepan sebuah pohon yang sudah mati?”
12 November 2010
Berlindung pada Tiratana
Kompetensi Dasar : 4.4 Mengembangkan diri dan merealisasi pernyataan berlindung kepada Tiratana
Indikator :
· Menjelaskan cara-cara pengembangan diri untuk berlindung pada Tiratana
· Menjelaskan cara merealisasikan pernyataan berlindung pada Tiratana
· Menyebutkan syarat-syarat menjadi umat Buddha
Syarat menjadi umat Buddha
Menjadi umat Buddha, syarat yang pertama sekali, bukan harus bisa membaca paritta dalam bahasa Pali, yang mungkin sukar untuk dibaca pertama kali. Bukan pula harus mempunyai altar dgn patung Buddha yang indah dirumah. Meskipun membaca paritta dan punya latar adalah suatu hal yang sangat baik. Yang pertama kali harus dilakukan adalah harus siap dan berani mengubah cara berfikir. Seorang umat Buddha akan ditandai dgn cara berfikir yang Buddhistis -- cara berfikir Dhamma -- adalah kita dihadapkan pada kenyataan yang 'telanjang' yang terus terang; kenyataan itu sering tidak cocok dgn selera kita. Namun dengan menghadapi kenyataan dengan apa adanya ini akan membuat kita menjadi dewasa dan bijaksana. Satu contoh, kalau kita mengidap penyakit, maka seorang umat Buddha harus mau mengakui bahwa diri kita sakit.
Dhamma mengajak kita untuk melihat kenyataan hidup dengan apa adanya, dengan terus terang, tanpa screen/tabir. Oleh karena itu, meskipun berat & pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan menerima kenyataan, maka kita akan berfikit secara dewasa dan sikap kita akan menjadi sikap yang bijaksana. Menutupi penyakit adalah sikap yang kekanak-kanakan; karena itu sikapnya, tindakannya, perbuatannya kemudian tidak akan bijaksana. Sehingga perbuatannya akan menghancurkan dirinya sendiri. Inilah gunanya beragama, terutama mengenal Dhamma. Kita ditantang, diminta kesanggupan kita -- bukan hanya kesanggupan untuk menyumbang vihara. Bukan pula kesanggupan untuk menghafal paritta. Tetapi kesanggupan untuk MENGUBAH cara berfikir dan kesanggupan untuk berani melihat kenyataan sebagaimana adanya; sehingga sikap, tindakan & prilaku kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Makna Berlindung kepada Tiratana
Kompetensi Dasar : 4.2 Menjelaskan makna berlindung kepada Tiratana
Indikator :
· Menjelaskan makna berlindung kepada Buddha
· Menjelaskan makna berlindung kepada Dhamma
· Menjelaskan makna berlindung kepada Sangha
· Menjelaskan Tiratana sebagai soko guru agama Buddha
· Menjelaskan aspek berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha
BUDDHA, DHAMMA DAN SANGHA ATAU TIRATANA ADALAH MANIFESTASI, PERWUJUDAN, PENGEJAWANTAHAN DARI TUHAN YANG MAHAESA DALAM ALAM SEMESTA INI, YANG DIPUJA DAN DIANUT OLEH SELURUH UMAT BUDDHA DI DUNIA IN!.
· AKU BERLINDUNG KEPADA BUDDHA
Di samping kita berlindung kepada Buddha Gotama yang merupakan Buddha yang sekarang (Paccupanna-Buddha), kita juga berlindung kepada Buddha-Buddha yang telah lampau (Atita-Buddha) dan Buddha-Buddha yang akan datang (Anagata-Buddha).
Aku berlindung kepada Sang Buddha, hingga tercapainya Nibbana.
Kepada para Buddha yang lampau,
Kepada para Buddha yang akan datang,
Kepada para Buddha yang sekarang ini,
Setiap hari aku menyampaikan hormatku,
Aku tidak mencari perlindungan lain,
Sang Buddha Pelindungku yang tiada bandingannya,
Semoga demi kebenaran dalam kata-kata ini,
Kebahagiaan dan kejayaan menjadi bagianku,
Secara hidmat dengan menundukkan kepala,
Pada kaki Yang Maha Suci, aku menghormati Beliau.
3 Jenis Buddha (Buddha 3) :
1. Sammasam-Buddha:
Seseorang yang mencapai Penerangan Sempurna atau tingkat ke-Buddhaan dengan kekuatan sendiri tanpa bantuan makhluk lain, dan mampu memberikan pelajaran pada umat manusia dan para dewa.
2. Pacceka-Buddha:
Seseorang yang mencapai Penerangan Sempurna atau tingkat ke-Buddhaan dengan kekuatan sendiri tanpa bantuan makhluk lain, tetapi tidak mampu memberikan pelajaran pada umat manusia dan para dewa.
3. Anu-Buddha atau Savaka-Buddha:
Seseorang yang mencapai Penerangan Sempurna atau tingkat ke-Buddhaan setelah melaksanakan Ajaran Sammasam-Buddha.
· AKU BERLINDUNG KEPADA DHAMMA
Di samping kita berlindung kepada Dhamma yang sekarang (Paccuppanna-Dhamma), kita juga berlindung kepada Dhamma yang telah lampau (Atita DhamIria) dan Dhamma yang akan datang (Anagata-Dhamma).
Aku berlindung kepada Sang Dhamma, hingga tercapai Nibbana.
Kepada Dhamma yang lampau,
Kepada Dhamma yang akan datang,
Kepada Dhamma yang sekarang ini,
Setiap hari aku menyampaikan hormatku.
Aku tidak mencari perlindungan lain,
Sang Dhamma Pelindungku yang tiada bandingannya,
Semoga demi kebenaran dalam kata-kata ini,
Kebahagiaan dan kejayaan menjadi bagianku
Secara hidmat dengan menundukkan kepala,
Aku menghormati Dhamma Tiga Masa yang Agung.
3 Jenis Dhamma (Dhamma 3) :
1. Pariyatti-Dhamma:
Belajar Dhamma- Vinaya secara tekun.
2. Patipatti-Dhamma:
Melaksanakan Dhamma- Vinaya dalam kehidupan sehari-hari secara baik.
3. Pativedha-Dhamma:
Penembusan, yaitu menganalisa kejadian hidup ini dengan melaksanakan Vipassana- Bhavana sehingga mencapai Nibbana.
· AKU BERLINDUNG KEPADA SANGHA
Di samping kita berlindung kepada Sangha yang sekarang (Paccuppanna-Sangha), kita juga berlindung kepada Sangha yang telah lampau (Atita-Sangha) dan Sangha yang akan datang (Anagata-Sangha).
Aku berlindung kepada Sang Sangha, hingga tercapai Nibbana.
Kepada Sangha yang lampau,
Kepada Sangha yang akan datang,
Kepada Sangha yang sekarang ini,
Setiap hari aku menyampaikan hormatku.
Aku tidak mencari perlindungan lain,
Sang Sangha Pelindungku yang tiada bandingannya,
Semoga demi kebenaran dalam kata-kata ini,
Kebahagiaan dan kejayaan menjadi bagianku.
Secara hidmat dengan menundukkan kepala,
Aku menghormati Sangha Tiga Masa yang Agung.
2 jenis Sangha (Sangha 2) :
1. Sammuti-Sangha:
Persaudaraan Bhikkhu Biasa, para bhikkhu yang belum mencapai kesucian.
2. Ariya-Sangha:
Persaudaraan Bhikkhu Suci, para bhikkhu yang telah mencapai kesucian, yaitu tingkat-tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat.
“BERLINDUNG KEPADA SANGHA” adalah dimaksudkan kita berlindung kepada Ariya-Sangha (Persaudaraan Bhikkhu Suci) dan kita tidak berlindung kepada SammutiSangha (Persaudaraan Bhikkhu Biasa), hanya menghormati para beliau karena mengemban Amanat Sang Buddha Gotama sebagai Pelindung dan Penyebar Dhamma.
Tisarana adalah ungkapan keyakinan (saddhft) bagi umat Buddha. Saddha yang diungkapkan dengan kata “berlindung” itu mempunyai tiga aspek :
- Aspek kemauan: Seorang umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan penuh kesadaran, bukan sekedar sebagai kepercayaan teoritis, ad at kebiasaan atau tradisi belaka. Tiratana akan benar-benar menjadi kenyataan bagi seseorang, apabila ia sungguh-sungguh berusaha mencapainya. Karena adanya unsur kemauan inilah, maka saddha dalam agama Buddha merupakan suatu tindakan yang aktif dan sadar yang ditujukan untuk mencapai pembebasan, dan bukan suatu sikap yang pasif, “menunggu berkah dari atas”.
- Aspek pengertian: Ini mencakup pengertian akan perlunya Perlindungan, yang memberi harapan dan menjadi tujuan bagi semua makhluk dalam samsara ini, dan pengertian akan adanya hakekat dari perlindungan itu sendiri.
- Aspek perasaan : Yang berlandaskan aspek pengertian di atas, dan mengandung unsur-unsur keyakinan, pengabdian dan cinta kasih. Pengertian akan adanya Perlindungan memberikan keyakinan yang kokoh dalam diri sendiri, serta menghasilkan ketenangan dan kekuatan. Pengertian akan perlunya Perlindungan mendorong pengabdian yang mendalam kepada-Nya, dan pengertian akan hakekat Perlindungan memenuhi bathin dengan cinta kasih kepada Yang Maha Tinggi, yang memberikan semangat, kehangatan dan kegembiraan.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa “berlindung” dalam agama Buddha berarti : “Suatu tindakan yang sadar yang bertujuan untuk mencapai pembebasan, yang berlandaskan pengertian dan didorong oleh keyakinan”. Atau secara singkat: “Suatu tindakan sadar dari pada keyakinan, pengertaian dan pengabdian”.
Ketiga aspek dari pada “berlindung” ini sesuai dengan aspek kemauan, aspek pengertian dan aspek perasaan dari bathin manusia. Oleh karena itu untuk mendapatkan perkembangan bathin yang harmonis, ketiga aspek ini harus dipupuk bersama-sama.
Berlindung kepada Tiratana sebagai peng~capan kata-kata belaka tanpa dihayati, berarti kemerosotan dari suatu kebiasaan kuno yang mulia. Perbuatan demikian melenyapkan makna dan manfaat dari Perlindungan. Berlindung kepada Tiratana seharusnya merupakan ungkapan dari suatu dorongan bathin yang sungguh-sungguh, seperti seorang yang apabila melihat suatu bahaya besar akan bergegas mencari perlindungan. Orang yang melihat rumahnya terbakar, tidak akan memperoleh keselamatan hanya dengan memuja keamanan dan kebebasan di luar tanpa bertindak untuk mencapainya.
Tindakan pertama ke arah keselamatan dan kebebasan ialah dengan “berlindung” secara benar, yaitu suatu tindakan sadar daripada keyakinan, pengertian dan pengabdian.
- BUDDHA, sebagai perlindungan pertama, mengandung arti bahwa setiap orang mempunyai benih kebuddhaan dalam dirinya, bahwa setiap orang dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha Gotama “Seperti sayalah para penakluk yang telah melenyapkan kekotoran bathin” (Ariyapariyesana Sutta, Majjhima Nikaya). Sebagai Perlindungan, Buddha bukanlah pribadi Pertapa Gotama, melainkan para Buddha sebagai manifestasi daripada Bodhi (Kebuddhaan) yang mengatasi keduniawian (lokuttara).
- DHAMMA, sebagai perlindungan kedua, bukan berarti kata-kata yang terkandung dalam kitab suci atau konsepsi ajaran yang terdapat dalam bathin manusia biasa yang masih berada dalam alam keduniaan” (lokiya), melainkan “Empat Tingkat Kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat) beserta Nibbana” yang dicapai pada akhir jalan.
- SANGHA, sebagai perlindungan ketiga, bukan berarti kumpulan para bhikkhu yang anggota-anggotanya masih belum bebas dari kekotoran bathin (bhikkhu sangha), melainkan Pasamuan Para Bhikkhu Suci yang telah mencapai tingkat-tingkat Kesucian (Ariya Sangha). Mereka ini menjadi teladan yang patut dicontoh. Namun landasan sesungguhnya dari Perlindungan ini ialah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian itu.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha dalam aspeknya sebagai Perlindungan mempunyai sifat mengatasi keduniaan (lokuttara). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan manifestasi daripada Yang Mutlak, Yang Esa, yang menjadi tujuan terakhir semua makhluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian tertinggi yang dapat ditangkap oleh pikiran manusia biasa, dan oleh karena itu diajarkan sebagai Perlindungan yang Tertinggi oleh Sang Buddha.
Kemampuan Memahami Makna Berlindung kepada Tiratana
Standar Kompetensi 4. Kemampuan memahami makna berlindung kepada Tiratana
Kompetensi Dasar : 4.1 Mendeskripsikan Tiratana sebagai pelindung
Indikator :
· Mendefinisikan Buddha, Dhamma dan Sangha
· Menunjukkan kebajikan-kebajikan Buddha, Dhamma dan Sangha
· Menjelaskan hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan Tiratana
· Mengungkapkan alasan Tiratana dijadikan sebagai panutan, teladan dan perlindungan bagi umat Buddha
· Menjelaskan Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai satu kesatuan
· Menjelaskan alasan Tiratana sebagai permata dalam agama Buddha
- Buddha Ratana (Mustika Buddha), yaitu Sang Buddha Gotama adalah Guru Suci Junjungan kita, yang telah memberikan pelajaranNya kepada umat manusia dan para dewa untuk mencapai Kebebasan Mutlak atau Nibbana.
- Dhamma-Ratana (Mustika Dhamma), yaitu Sang Dhamma adalah pelajaran Guru Suci Junjungan kita Sang Buddha Gotama yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar, terbebas dari kejahatan, dan membimbing mereka mencapai Nibbana.
- Sangha-Ratana (Mustika Sangha), yaitu Sang Ariya Sangha adalah Persaudaraan Bhikkhu Suci yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat), sebagai pengawal dan pelindung Dhamma, dan mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakan sehingga mencapai Nibbana.
Kebajikan Sang Buddha
- Araham : Manusia suci yang terbebas dari kekotoran bathin.
- Sammasambuddho : Manusia yang mencapai Penerangan Sempuma dengan kekuatan sendiri.
- Vijjacaranasampanno : Manusia yang mempunyai pengetahuan sempuma dan melaksanakannya
- Sugato: Yang Terbahagia
- Lokavidu: Manusia yang mengetahui dengan sempuma keadaan setiap alamo
- Anuttaro purisadammasarathi : Pembimbing umat manusia tanpa bandingan
- Satthadeva manussanam : Guru Suci Junjungan para Dewa dan manusia
- Buddho: Pembangun Kebenaran
- Bhagava: Junjungan
Kebajikan Sang Dhamma
- Svakkhato Bhagavata Dhamma : Dhamma adalah Ajaran Sang Buddha yang sempuma.
- Sanditthiko : Pelaksana yang melihat Kesunyataan dengan kekuatan sendiri.
- Akaliko: Terbebas dari keadaan dan waktu.
- Ehipassiko: Mengundang datang memeriksa.
- Opanayiko: Patut dilaksanakan.
- Paccatam Veditabbo Vinnuhi : Dapat diselami oleh para Bijaksana dalam bathinnya.
Kebajikan Sang Sangha
- Supatipanno Bhagavato Savaka Sangho : Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang melaksanakan Dhamma- Vinaya secara sempuma
- Ujupatipanno: Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang berkelakuan jujur.
- Nayapatipanno : Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang berjalan di Jalan Benar (yang menuju Nibbana).
- Samicipatipanno: Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang penuh tanggung jawab dalam tindakannya.
- Ahuneyyo : Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut diberikan persembahan.
- Pahuneyyo: Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut diterima (diberikan penginapan dan lain-lainnya).
- Dakkhineyyo: Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut diberikan dana.
- Anjalikaraniyo : Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut dihormati.
- Anuttaram punnakkhettam lokassa : Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang mempunyai jasa tiada taranya bagi dunia ini.
MAHAPITAKA (TRIPITAKA MAHAYANA)
Mahapitaka (Ta Chang Cing) terdiri dari 100 buku dengan pembagian sebagai berikut :
1. Agama
2. Jataka
3. Prajnaparamita
4. Saddharma Pundarika
5. Vaipulya
6. Ratnakuta
7. Parinirvana
8. Mahasannipata
9. Kumpulan Sutra
10. Tantra
11. Vinaya
12. Penjelasan Sutra
13. Abhidharma
14. Madhyamika
15. Yogacara
16. Sastra
17. Komentar Sutra
18. Komentar Vinaya
19. Komentar Sastra
20. Sekte
21. Aneka Sekte
22. Sejarah
23. Kamus
24. Daftar Isi
25. Komentar Sutra Lanjutan
26. Komentar Vinaya Lanjutan
27. Komentar Sastra Lanjutan
28. Aneka Sekte Lanjutan
Sutra-sutra dari kaum Hinayana juga terdapat dalam Tripitaka Mahayana dengan sebutan Agama Sutra (A Han Cing). Agama Sutra sebagian besar isinya tidak berbeda dengan apa yang terdapat di Nikaya Pali. Agama Sutra ini terdiri dari :
1. Dhirghagama
2. Madhyamagama
3. Samyuktagama
4. Ekottarikagama
Dalam Tripitaka Mahayana terdapat pula tujuh kitab Abhidharma dari golongan Sarvastivada (berbeda dengan Abhidhamma Pali), yaitu :
1. Jnanaprasthana
2. Samgitiprayaya
3. Prakaranapada
4. Vijnanakayasya
5. Dhatukaya
6. Dharmaskandha
7. Prajnaptisastra
KANGJUR DAN TANGJUR (TIBETAN TRIPITAKA)
Kitab Kangjur dan Tangjur adalah terjemahan kitab-kitab suci agama Buddha teks Sanskerta yang ditulis ke dalam bahasa Tibet sekitar abad keenam masehi.
Kangjur (108 jilid) terdiri dari deskripsi ajaran Sang Buddha sedangkan Tanjur (227 jilid) merupakan komentar dari teks dasar. Bersama Mahapitaka, Tibetan Tripitaka kini menjadi sumber penting oleh karena teks Sanskerta di India sudah tidak lengkap setelah terjadinya penghancuran oleh Islam.
Kangjur (108 jilid) terdiri dari deskripsi ajaran Sang Buddha sedangkan Tanjur (227 jilid) merupakan komentar dari teks dasar. Bersama Mahapitaka, Tibetan Tripitaka kini menjadi sumber penting oleh karena teks Sanskerta di India sudah tidak lengkap setelah terjadinya penghancuran oleh Islam.
ABHIDHAMMA PITAKA
Ketika Abhidhamma Pitaka berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang, seperti ilmu jiwa, logika, etika, dan metafisika. Jadi merupakan penyajian khusus tentang Dhamma seperti yang terdapat dalam Sutta Pitaka. Pada umumnya, isinya terdapat dalam sutta-sutta akan tetapi yang diuraikan dalam bagian ini adalah bentuk yang terperinci. Kitab ini terdiri atas 7 buah buku (pakara), yaitu:
(1) Dhammasangani: perincian Dhamma-Dhamma, yakni unsur-unsur atau proses-proses batin.
(2) Vibhanga: perbedaan atau penetapan. Pendalaman mengenai soal-soal dalam Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini terbagi menjadi 8 bab (vibhanga) dan masing-masing mempunyai 3 bagian.
(3) Dhatukatha: penjelasan mengenai unsur-unsur, yaitu mengenai unsur-unsur batin dan hubungannnya dengan kategori lain. Buku ini terbagi menjadi 14 bagian.
(4) Puggalapannatti: penjelasan mengenai orang-orang, terutama menurut tahap-tahap pencapaian merka sepanjang Jalan. Dikelompokkan menurut urutan bernomor, dari kelompok satu sampai sepuluh, seperti sistem dalam Kitab Anguttara Nikaya.
(5) Kathavatthu: pokok-pokok pembahasan, yaitu pembebasan dan bukti-bukti kekeliruan dari berbagai sekte (aliran-aliran) tentang hal-hal yang berhubungan dengan theologi dan metafisika. Terdiri atas 23 bab yang merupakan kumpulan percakapan-percakapan (katha).
(6) Yamaka: kitab pasangan, yang oleh Geiger disebut logika terapan. Pokok masalahnya adalah psikologi dan uraiannya disusun dalam pertanyaan-pertanyaan berpasangan. Kitab ini terbagi menjadi 10 bab yang disebut Yamaka.
(7) Patthana: kitab hubungan, yaitu analisa mengenai hubungan-hubungan (sebab-sebab dan sebagainya) dari batin dan jasmani yang berkenaan dengan 24 paccaya (kelompok sebab-sebab).
SUTTA PITAKA
Sutta Pitaka terdiri atas 5 kumpulan (nikaya) atau buku, yaitu:
(1) Digha Nikaya
Merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 34 Sutta panjang dan terbagi menjadi 3 vagga (Silakkhandhagga, Mahavagga, Patikavagga). Beberapa di antara Sutta-sutta yang terkenal adalah:
~ Bramajala Sutta: "Jala para Brahma" Sang Buddha bersabda bahwa Beliau mendapat penghormatan bukan semata-mata karena kesusilaan, melainkan karena kebijaksanaan yang mendalam yang beliau temukan dan nyatakan. Beliau memberikan sebuah daftar berisi 62 bentuk spekulasi mengenai dunia dan pribadi dari guru-guru lain.
~ Samannaphala Sutta: "Pahala yang dimiliki oleh tiap pertapa". Kepada Ajatasattu yang berkunjung pada Sang Buddha, Beliau menerangkan keuntungan menjadi seorang Bhikkhu, dari tingkat terendah sampai tingkat Arahat.
~ Ambattha Sutta: Percakapan antara Sang Buddha dengan Ambattha mengenai kasta, yang sebagian memuat cerita tentang raja Okkaka, leluhur Sang Buddha.
~ Kutadanta Sutta: Percakapan dengan Brahmana Kutadanta tentang ketidaksetujuan terhadap penyembelihan binatang untuk sajian.
~ Mahali Sutta: Percakapan dengan Mahali mengenai penglihatan gaib. Yang lebih tinggi dari pada ini adalah latihan menuju kepada pengetahuan sempurna.
~ Kassapasihanada Sutta: Percakapan dengan seorang pertapa telanjang Kassapa tentang tidak bermanfaatnya menyiksa diri.
~Tevijja Sutta: tentang ketidakbenaran pelajaran ketiga Veda untuk menjadi anggota kelompok dewa-dewa Brahma.
~ Mahapadana Sutta: Penjelasan Sang Buddha mengenai 6 orang Buddha yang sebelumnya dan beliau sendiri, mengenai masa-masa mereka muncul, kasta, susunan keluarga, jangka kehidupan, pohon bodhi, siswa-siswa utama, jumlah pertemuan, pengikut, ayah, ibu dan kota dengan sebuah khotbah kedua mengenai Vipassi dari saat meninggalkan surga Tusita hingga saat permulaan memberi pelajaran.
~ Mahanidana Sutta: mengenai rantai sebab musabab yang bergantungan dan teori-teori tentang jiwa.
~ Mahaparinibbana Sutta: cerita tentang hati-hari terakhir dan kemangkatan Sang Buddha, serta pembagian relik-relik.
~ Sakkapanha Sutta: Dewa Sakka mengunjungi Sang Buddha, menanyakan 10 persoalan dan mempelajari kesunyataan bahwa segala sesuatu yang timbul akan berakhir dengan kemusnahan.
~ Maha Satipatthana Sutta: Khotbah mengenai 4 macam meditasi (mengenai badan jasmani, perasaan, pikiran dan Dhamma) disertai penjelasan mengenai 4 Kebenaran.
~ Payasi Sutta: Kumarakassapa menyadarkan Payasi dari pandangan keliru bahwa tiada kehidupan selanjutnya atau akibat dari perbuatan. Setelah Payasi mangkat, Bhikkhu Gavampati menemuinya di surga dan melihat keadaannya.
~ Pitika Sutta: cerita mengenai seorang siswa yang mengikuti guru lain, karena Sang Buddha tidak menunjukkan kegaiban maupun menerangkan asal mula banda-benda. Selama percakapan, Sang Buddha menerangkan kedua hal tersebut.
~ Cakkavattisihanada Sutta: cerita tentang raja dunia dengan berbagai tingkat penyelewengan moral dan pemulihannya serta tentang Buddha Metteyya yang akan datang.
~ Aganna Sutta: perbincangan mengenai kasta dengan penjelasan mengenai asal mula benda-benda, asal mula kasta-kasta dan artinya yang sesungguhnya.
~ Sampasadaniya Sutta: percakapan antara Sang Buddha dengan Sariputta yang menyatakan keyakinannya kepada Sang Buddha dan menjelaskan ajaran Sang Buddha. Sang Buddha berpesan untuk kerap kali mengulangi pelajaran ini kepada para siswa.
~ Lakkhana Sutta: Penjelasan mengenai 32 tanda "Orang Besar" (Raja alam semesta atau seorang Buddha), yang dijalin dengan syair berisi 20 bagian; tiap bagian dimulai dengan "Disini dikatakan".
~ Sigalovada Sutta: Sang Buddha menemukan Sigala sedang memuja enam arah. Beliau menguraikan kewajiban seorang umat dengan menjelaskan bahwa pemujaan itu adalah menunaikan kewajiban terhadap enam kelompok orang (orang tua, guru, sahabat dan lain-lain).
(2) Majjhima Nikaya
Merupakan buku kedua dari Sutta Pitaka yang memuat khotbah-khotbah menengah. Buku ini terdiri atas tiga bagian (pannasa); dua pannasa pertama terdiri atas 50 sutta dan pannasa terakhir terdiri atas 52 sutta; seluruhnya berjumlah 152 sutta. Beberapa sutta diantaranya adalah :
~ Mulapariyaya Sutta: pelajaran mengenai akar segala benda mulai dari unsur-unsur sampai Nibbana.
~ Satipatthana Sutta: sama dengan di Digha Nikaya, tetapi tanpa ulasan mengenai 4 Kebenaran.
~ Kakacupama Sutta: "Tamsil Gergaji". Perihal tidak marah jika dihina. Seorang Bhikkhu yang marah seandainya anggota badannya digergaji satu demi satu bukanlah siswa Sang Buddha.
~ Alagaddupama Sutta : "Tamsil seekor ular air". Seorang Bhikkhu dimarahi karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran. Mempelajari Dhamma secara tidak benar bagaikan manangkap seekor ular pada ekornya.
~ Cula Saccaka Sutta : diskusi umum antara Sang Buddha dan seorang Jain Saccaka mengenai lima khandha seseorang.
~ Maha Saccaka Sutta : mengenai perenungan atas nama dan rupa, dengan penjelasan oleh Sang Buddha tentang ia meninggalkan keduniawian, pengendalian nafsu dan penerangan sempurna.
~ Seleyyaka Sutta : khotbah kepada para Brahmana dari Sala mengenai sebab-sebab mengapa makhluk ada yang memasuki surga dan ada yang menuju neraka.
~ Vedalla Sutta (Maha dan Cula) : 2 khotbah dalam bentuk komentar atas istilah-istilah kejiwaan. Yang pertama oleh Sariputta kepada Mahakotthita dan yang kedua oleh Bhikkhuni Dhammadinna kepada upasaka Visakha.
~ Brahmanimantanika Sutta : Sang Buddha menceritakan kepada para Bhikkhu bagaimana Beliau pergi ke surga Brahma untuk memberi pelajaran kepada Baka, yakni salah satu penghuni surga, tentang ketidakbenaran pendapat tentang kekekalan.
~ Maratajjaniya Sutta: cerita tentang Mara yang menyelusup dalam perut Moggallana. Moggallana memerintahkan keluar dan memberikan pelajaran dengan mengingatkannya akan suatu masa ketika Moggallana sendiri terlahir sebagai Mara bernama Dusi dan Mara adalah kemenakannya.
~ Kandaraka Sutta: percakapan dengan Pessa dan Kandaraka dan khotbah tentang empat jenis orang.
~ Jivaka Sutta: Jivaka mengajukan pertanyaan apakah benar Sang Buddha menyetujui pembunuhan dan memakan daging. Sang Buddha menunjukkan dengan contoh bahwa itu tidak benar dan bahwa seorang bhikkhu makan daging hanya jika ia tidak melihat, mendengar dan menduga bahwa daging itu khusus dibuat untuknya.
~ Upali Sutta: cerita tentang Upali yang diutus oleh pemimpin Jaina Nataputta untuk berdebat dengan Sang Buddha, tetapi akhirnya menjadi pengikut.
~ Kukkuravatika Sutta: percakapan mengenai kamma antara Sang Buddha dengan dua orang pertapa, yang satu diantara mereka hidup seperti anjing dan satu lagi seprti lembu.
~ Abhayarajakumara Sutta: Pangeran Abhaya diutus oleh seorang Jain Nataputta untuk membantah Sang Buddha dengan megajukan pertanyaan berganda tentang kutukan hebat yang diterima oleh Devadatta.
~ Bahuvedaniya Sutta: mengenai penggolongan perasaan-perasaan dan perasaan tertinggi.
~ Maha Rahulovada Sutta: nasehat kepada Rahula tentang pemusatan pikiran dengan jalan menarik dan mengeluarkan napas serta memusatkan pikiran kepada unsur-unsur.
~ Ratthapala Sutta: cerita mengenai Ratthapala yang kedua orang tuanya tidak menyetujui ia memasuki Sangha dan membujuknya untuk kembali menjadi umat biasa.
~ Makhadeva Sutta: cerita mengenai Sang Buddha dalam kehidupannya di masa lampau sebagai Raja Makhadeva dan keturunannya sampai Raja Nimi.
~ Angulimala Sutta: cerita mengenai Angulimala, penyamun yang kemudian menjadi Bhikkhu.
~ Piyajatika Sutta: nasehat Sang Buddha kepada seorang laki-laki yang kehilangan anak dan pertengkaran antara Raja Pasenadi dan permaisurinya mengenai hal itu.
~ Brahmayu Sutta: mengenai 32 tanda pada tubuh Sang Buddha dan penerimaan Brahmana Brahmayu sebagai pengikut Buddha.
~ Sela Sutta: Pertapa Keniya mengundang Sang Buddha dan para Bhikkhu untuk jamuan makan. Brahmana Sela melihat 32 tanda dan menjadi siswa. (Ini terdapat pula dalam Sn III 7).
~ Vasettha Sutta: Khotbah yang sebagian besar dalam bentuk syair mengenai brahmana sejati, baik karena kelahiran maupun perbuatan (ini terdapat pula dalam Sn IIII 9).
~ Subha Sutta: mengenai soal apakah seseorang dapat berbuat kebaikan lebih banyak sebagai kepala keluarga atau dengan jalan meninggalkan keduniawian.
~ Isigili Sutta: Sang Buddha menjelaskan nama bukit Isigili dan menyebutnya nama-nama Pacceka Buddha yang dahulu tinggal di sana.
~ Maha Cattarisaka Sutta: penjelasan mengenai Jalan Mulia Beruas Delapan dengan tambahan mengenai pengetahuan yang benar dan emansipasi yang benar.
~ Anapanasati Sutta: perihal cara dan jasa melatih meditasi masuk dan keluarnya napas.
~ Kayagatasati Sutta: perihal cara dan jasa meditasi badan jasmani.
~ Kayagatasati Sutta: perihal cara dan jasa meditasi badan jasmani.
~ Cula Kammavibhanga Sutta: Sang Buddha menerangkan sifat-sifat batin dan jasmani orang yang berbeda-beda dan keberuntungan mereka menurut kamma.
~ Maha Kammavibhanga Sutta: seorang pertapa secara keliru menuduh bahwa Sang Buddha mengatakan kamma tidak berguna dan Sang Buddha menerangkan pandangannya sendiri.
~ Dhatuvibhanga Sutta: uraian mengenai unsur-unsur. Khotbah ini dimasukkan dalam cerita Pukkusati, seorang siswa yang belum pernah melihat Sang Buddha akan tetapi mengenalinya melalui ajarannya.
~ Dakkhinavibhanga Sutta: Mahapajapati menghadiahkan satu pasang jubah kepada Sang Buddha, yang menjelaskan berbagai jenis orang yang patut menerima pemberian dan berbagai jenis orang yang memberi.
(3) Samyutta Nikaya
Merupakan buku ketiga dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 7.762 sutta (menurut "An analysis of the Pali Canon" [wheel no.217/218/219/220] ada 2.889 sutta). Buku ini dibagi menjadi lima vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta. Beberapa Samyutta di antaranya sebagai berikut:
~ Mara: perbuatan-perbuatan bemusuhan dari Mara terhadap Sang Buddha dan para siswaNya.
~ Bhikkhuni: bujukan yang tidak berhasil dari Mara terhadap para bhikkuni dan perbedaan pendapatnya dengan mereka.
~ Brahma: Brahma Sahampati memohon Sang Buddha untuk membabarkan Dhamma kepada dunia.
~ Sakka: Sang Buddha menguraikan sifat-sifat Sakka, Raja para Dewa.
~ Nidana Samyutta: penjelasan mengenai Paticcasamuppada (doktrin sebab musabab yang saling bergantungan).
~ Abhisamaya: dorongan untuk membasmi kekotoran batin secara tuntas.
~ Khandha Samyutta: kumpulan unsur, fisik dan mental yang membentuk individu.
~ Kilesa: kekotoran batin muncul dari enam pusat indria dan kesadaran indria.
~ Vedana: tiga jenis perasaan dan sikap yang benar terhadap perasaan itu.
~ Citta: alat indria dan obyeknya pada hakekatnya tidak jahat, melainkan kehendak-kehendak tidak baik yang timbul melalui kontak mereka.
~ Asankhata: tidak terbentuk (Nibbana)
~ Magga Samyutta: jalan beruas delapan.
~ Bojjhanga: tujuh faktor Penerangan Agung.
~ Satipatthana: empat dasar kesadaraan.
~ Indriya: lima kemampuan
~ Sammappadhana: empat macam usaha benar.
~ Bala: lima kekuatan.
~ Iddhipada: empat kekuatan batin.
~ Anuruddha: kekuatan-kekuatan gaib yang dicapai oleh Anuruddha melalui kesadaran.
~ Jhana: empat jhana.
~ Anapana: kesadaraan dari pernapasan.
~ Sotapatti: gambaran tentang seorang "penakluk arus".
~ Sacca: empat kebenaran ariya.
(4) Anguttara Nikaya
Merupakan buku keempat dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 9.577 sutta (menurut "An Analysis of the Pali Canon & Buddhism" oleh Christmas Humphreys ada 2.308 sutta) dan terbagi atas 11 nipata (bagian). Sutta-sutta di sini disusun menurut urutan bernomor untuk memudahkan pengingatan.
~ Ekaka Nipata: (yang serba satu) misalnya pikiran terpusat/tidak terpusat; usaha ketekunan Sang Buddha dan sebagainya.
~ Duka: (yang serba dua), dua jenis kamma vipaka yaitu yang membuahkan hasil dalam kehidupan sekarang maupun yang membawa kepada tumimbal lahir dan seterusnya; dua jenis dana; dua golongan Bhikkhu dan sebagainya.
~ Tika: (yang serba tiga), tiga pelanggaran melalui jasmani, ucapan dan pikiran; tiga perbuatan yang patut dipuji yaitu kedermawanan, penglepasan, dan pemeliharaan orang tua; dan sebagainya.
~ Catuka: (yang serba empat), empat jenis orang yaitu tidak bijaksana dan tidak beriman; tidak bijaksana tapi beriman; bijaksana tapi tidak beriman, bijaksana dan beriman; empat jenis kebahagiaan (empat Brahma Vihara, empat sifat yang menjaga Bhikkhu dari kekeliruan); empat cara pemusatan diri dan sebagainya.
~ Pancaka: (yang serba lima), lima ciri yang baik dari seorang siswa; lima rintangan batin; lima obyek meditasi; lima sifat buruk; lima perbuatan baik; dan sebagainya.
~ Chakka: kewajiban rangkap enam dari seorang Bhikkhu.
~ Sattaka: tujuh jenis kekayaan; tujuh jenis kemelekatan.
~ Atthaka: delapan sebab kesadaran; delapan sebab pemberian dana; delapan sebab gempa bumi.
~ Navata: sembilan perenungan; sembilan jenis manusia.
~ Dasaka: sepuluh perenungan, sepuluh jenis penyucian batin.
~ Ekadasaka: sebelas jenis kebahagian / jalan menuju nibbana; sebelas sifat-sifat baik dan buruk dari seorang pengembala dan Bhikkhu.
(5) Khuddaka Nikaya
Merupakan buku kelima dari Sutta Pitaka yang terdiri atas kumpulan lima belas kitab, yaitu:
~ Khuddaka Patha: bacaan dari bagian-bagian singkat; berisi empat teks dan lima sutta, yaitu:
· Saranattaya: pengulangan tiga kali berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha.
· Dasasikkhapada: sepuluh sila yang harus dipatuhi oleh para samanera. Lima pertama harus dipatuhi oleh umat biasa.
· Dvattimsakara: daftar 32 unsur pokok badan jasmani.
· Kumarapanha: sepuluh macam tanya jawab untuk para samanera.
· Mangala Sutta: sebuah syair untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah kebahagian tertinggi itu.
· Ratana Sutta: sebuah syair mengenai Tiratana dalam hubungannya untuk menerangkan kepada para makhluk halus.
· Tirokudda Sutta: syair mengenai pelimpahan jasa untuk arwah sanak keluarga yang sudah meninggal, yang terlahir di alam yang menyedihkan.
· Nidhikanda Sutta: syair tentang pengumpulan harta sejati.
· Metta Sutta: syair tentang cinta kasih universal.
~ Dhammapada: kata-kata dari Dhamma; kumpulan 423 bait yang dibagi dalam 26 vagga.
~ Udana: kumpulan dari 80 udana yang terbagi menjadi 8 vagga. Kitab ini memuat khotbah Sang Buddha yang disabdakan pada berbagai kesempatan.
~ Bodhi Vagga: menggambarkan kejadian-kejadian tertentu setelah pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha, termasuk khotbah termasyur kepada Bahiya yang menekankan kehidupan pada saat sekarang.
~ Mucalinda: vagga ini dinamai menurut nama raja Naga yang melindungi Sang Buddha dengan kepalanya.
~ Nanda: Sang Buddha meyakinkan saudara tirinya, Nanda, tentang kehampaan hidup duniawi. Juga memuat nasehat-nasehat kepada Sangha.
~ Meghiya : tanpa memeprdulikan nasehat Sang Buddha, Meghiya mengasingkan diri ke sebuah hutan mangga untuk berlatih meditasi, tetapi batinnya segera diserang pikiran-pikiran tidak baik. Setelah kembali kepada Sang Buddha, ia diberitahukan bahwa lima faktor harus ditumbuhkan oleh orang yang batinnya belum berkembang yaitu persahabatan yang baik, moralitas, percakapan yang menguntungkan, keteguhan hati, dan pengetahuan. Juga memuat cerita-cerita Sundari dan serangan terhadap Sariputta oleh seorang Yakkha.
~ Sonathera: memuat kisah kunjungan Raja Pasenadi kepada Sang Buddha, khotbah kepada Suppabuddha yang menderita penyakit kusta, penjelasan mengenai delapan ciri Sasana dan tahun pertama dari kehidupan Sona sebagai bhikkhu.
~ Jaccandha: memuat gambaran tentang Sang Buddha akan mencapai parinibbana, percakapan Raja Pasenadi, dan kisah raja yang menyuruh orang-orang yang buta sejak lahir (jaccandha) untuk masing-masing meraba dan menggambarkan seekor gajah - untuk membantu menjelaskan realisasi sebagian dari kebenaran.
~ Cula: memuat peristiwa-peristiwa kecil, terutama mengenai para Bhikkhu secara perorangan.
~ Pataligama: memuat definisi termasyur dari Nibbãna sebagai yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak dibuat, tidak dibentuk, santapan Sang Buddha yang terakhir dan nasehatnya kepada Ananda mengenai Cunda, dan kunjungan ke Pataligama tempat Sang Buddha mengungkapkan lima manfaat menempuh kehidupan suci dan lima kerugian tidak melakukan hal itu.
~ Itivuttaka : kumpulan 112 sutta pendek dalam 4 nipata yang masing-masing disertai syair. Syair-syair ini biasanya dimulai dengan kata "Iti Vuccati" (demikian dikatakan). Karya ini terdiri atas ajaran-ajaran etika dari Sang Buddha
~ Sutta Nipata : kumpulan ini terdiri atas lima vagga yang memuat 71 sutta. Sutta-sutta itu diantaranya sbb.:
~ Udana: kumpulan dari 80 udana yang terbagi menjadi 8 vagga. Kitab ini memuat khotbah Sang Buddha yang disabdakan pada berbagai kesempatan.
~ Bodhi Vagga: menggambarkan kejadian-kejadian tertentu setelah pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha, termasuk khotbah termasyur kepada Bahiya yang menekankan kehidupan pada saat sekarang.
~ Mucalinda: vagga ini dinamai menurut nama raja Naga yang melindungi Sang Buddha dengan kepalanya.
~ Nanda: Sang Buddha meyakinkan saudara tirinya, Nanda, tentang kehampaan hidup duniawi. Juga memuat nasehat-nasehat kepada Sangha.
~ Meghiya : tanpa memeprdulikan nasehat Sang Buddha, Meghiya mengasingkan diri ke sebuah hutan mangga untuk berlatih meditasi, tetapi batinnya segera diserang pikiran-pikiran tidak baik. Setelah kembali kepada Sang Buddha, ia diberitahukan bahwa lima faktor harus ditumbuhkan oleh orang yang batinnya belum berkembang yaitu persahabatan yang baik, moralitas, percakapan yang menguntungkan, keteguhan hati, dan pengetahuan. Juga memuat cerita-cerita Sundari dan serangan terhadap Sariputta oleh seorang Yakkha.
~ Sonathera: memuat kisah kunjungan Raja Pasenadi kepada Sang Buddha, khotbah kepada Suppabuddha yang menderita penyakit kusta, penjelasan mengenai delapan ciri Sasana dan tahun pertama dari kehidupan Sona sebagai bhikkhu.
~ Jaccandha: memuat gambaran tentang Sang Buddha akan mencapai parinibbana, percakapan Raja Pasenadi, dan kisah raja yang menyuruh orang-orang yang buta sejak lahir (jaccandha) untuk masing-masing meraba dan menggambarkan seekor gajah - untuk membantu menjelaskan realisasi sebagian dari kebenaran.
~ Cula: memuat peristiwa-peristiwa kecil, terutama mengenai para Bhikkhu secara perorangan.
~ Pataligama: memuat definisi termasyur dari Nibbãna sebagai yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak dibuat, tidak dibentuk, santapan Sang Buddha yang terakhir dan nasehatnya kepada Ananda mengenai Cunda, dan kunjungan ke Pataligama tempat Sang Buddha mengungkapkan lima manfaat menempuh kehidupan suci dan lima kerugian tidak melakukan hal itu.
~ Itivuttaka : kumpulan 112 sutta pendek dalam 4 nipata yang masing-masing disertai syair. Syair-syair ini biasanya dimulai dengan kata "Iti Vuccati" (demikian dikatakan). Karya ini terdiri atas ajaran-ajaran etika dari Sang Buddha
~ Sutta Nipata : kumpulan ini terdiri atas lima vagga yang memuat 71 sutta. Sutta-sutta itu diantaranya sbb.:
· Uraga Sutta: Bhikkhu yang menyingkirkan semua nafsu (buruk) manusia, kemarahan, kebencian, kerakusan, dll.; dan terbebas dari khayalan dan ketakutan, diperbandingkan dengan seekor ular yang berganti kulit.
· Dhaniya Sutta: ketenangan duniawi diperbandingkan dengan ketenangan Sang Buddha.
· Kasibharadvaja Sutta: pekerjaan yang berguna secara sosial atau duniawi diperbandingkan dengan usaha-usaha Sang Buddha yang tidak kurang pentingnya untuk mencapai Nibbãna.
· Cunda Sutta: Sang Buddha menguraikan tentang 4 jenis samana, seorang Buddha, seorang Arahat, seorang Bhikkhu yang sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, dan seorang Bhikkhu penipu.
· Parabhava Sutta: sebab-sebab kejatuhan seseorang dalam bidang moral dan batin diuraikan.
· Vasala atau Aggika Bharadvaja Sutta: untuk menyangkal tuduhan orang buangan, Sang Buddha menjelaskan bahwa karena perbuatanlah, bukan garis keturunan, orang menjadi orang buangan atau brahmana.
· Metta Sutta: unsur-unsur pokok latihan cinta kasih terhadap semua mahluk.
· Hemawata Sutta: dua orang jakkha ragu-ragu tentang sifat-sifat Buddha yang dinyatakan olehnya. Sang Buddha merumuskan uraiannya dengan menjelaskan jalan pembebasan dari kematian.
· Alavaka Sutta : Sang Buddha menjawab pertanyaan-pertanyaan Yakkha Alavaka mengenai kebahagiaan, pengertian, jalan ke Nibbana.
· Vijaya Sutta: suatu analisa tubuh dalam bagian-bagian pokoknya (yang tidak bersih) dan sebutan Bhikkhu yang mencapai Nibbãna karena memahami sifat sejati badan jasmani.
· Muni Sutta: konsepsi idealitas seorang muni atau orang bijaksana yang menjalani kehidupan menyepi yang bebas dari nafsu-nafsu.
· Ratana Sutta: pujian kepada Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
· Mahamangala Sutta: 38 macam petunjuk-petunjuk etika dalam menempuh kehidupan suci, mulai dengan petunjuk-petunjuk etika dasar dan mencapai puncaknya pada penyelaman Nibbãna.
· Suciloma Sutta: untuk menanggapi sikap mengancam dari Yakkha Suciloma, Sang Buddha menyatakan bahwa nafsu, kebencian, keraguan, dan sebagainya bermula dengan badan jasmani, keinginan, dan konsep aku.
· Rahula Sutta: Sang Buddha menasehati putra-Nya yang telah ditahbiskan, Rahula, untuk menghormati orang bijaksana, bergaul dan berhubungan sesuai dengan prinsip-prinsip seorang pertapa.
· Vangisa Sutta: Sang Buddha memberi kepastian kepada Vangisa bahwa gurunya yang telah wafat, Nigrodhakappa, telah mencapai Nibbãna.
· Dhammika Sutta: Sang Buddha menjelaskan kepada Dhammika kewajiban masing-masing dari seorang Bhikkhu dan umat biasa; umat biasa diharapkan untuk mentaati Pancasila dan memperingati hari-hari Uposatha.
· Pabbajja Sutta : Raja Bimbisara dari Magadha menggoda Sang Buddha dengan kekayaan meterinya dan menanyakan garis keturunannya. Sang Buddha menunjukkan kenyataan tentang kelahiran di antara kaum Sakya dari Kosala dan Ia telah mengatasi khayal dari kenikmatan-kenikmatan indria.
· Padhana Sutta: uraian yang jelas sekali mengenai godaan Mara menjelang pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha.
· Subhasita Sutta: bahasa para Bhikkhu hendaknya baik dalam penuturannya, menyenangkan, tepat, dan benar.
· Salla Sutta: kehidupan itu berlangsung singkat dan semua kehidupan terancam oleh kematian, tetapi orang bijaksana yang memahami sifat kehidupan tidak merasa takut.
· Vasetta Sutta: dua orang pemuda, Bharadvaja dan Vasettha, membahas masalah martabat brahmana karena kelahiran, tetapi Vasettha mengatakan bahwa seseorang menjadi brahmana hanya karena perbuatan. Sang Buddha akhirnya menegaskan pandangan Vasettha sebagai pendapat yang benar.
· Kokaliya Sutta: Kokaliya secara keliru menganggap keinginan-keinginan jahat berasal dari Sariputta dan Moggallana dan akhirnya menimbulkan penderitaan, karena kematian dan tumimbal lahir di salah satu alam neraka. Sang Buddha kemudian menyebutkan satu persatu neraka-neraka yang berbeda dan menggambarkan hukuman atas perbuatan mengumpat dan menfitnah.
· Nalaka Sutta: ramalan Pertapa Asita mengenai Buddha Gotama yang akan datang. Putra adik perempuannya, Nalaka, memiliki kebijaksanaan tertinggi yang dibentangkan kepadanya oleh Sang Buddha.
· Dvayatanupassana Sutta: dukkha timbul dari substansi, ketidaktahuan, panca khandha, keinginan, kemelekatan, usaha, makanan, dan sebagainya.
· Magandiya Sutta: kembali Sang Buddha menekankan kepada Magandiya, seorang yang yakin akan kesucian melalui filsafat, bahwa kesucian hanya dapat terjadi karena kedamaian batin.
· Purabheda Sutta: kelakuan dan ciri-ciri seorang bijaksana sejati yaitu kebebasan dari keserakahan, kemarahan, keinginan, nafsu, dan kemelekatan dan senatiasa tenang, tenggang ras, dan bermental seimbang.
· Culaviyuha Sutta: uraian mengenai mazhab-mazhab filsafat yang berbeda semuanya saling bertentangan tanpa menyadari bahwa kebenaran itu satu.
· Mahaviyuha Sutta: para ahli filsafat hanya memuji diri mereka sendiri dan mengecam orang lain, tetapi seorang brahmana sejati tetap tidak tertarik kepada pencapaian intelektual yang meragukan itu dan karenanya tenang dan damai.
· Attadanda Sutta: orang bijaksana hendaknya tulus, tidak berbohong, sederhana, bebas dari ketamakan dan fitnah, bersemangat dan tanpa keinginan untuk memperoleh nama dan kemasyuran.
~ Vimanavatthu: cerita-cerita mengenai rumah di surga yang merupakan 85 syair dalam tujuh vagga mengenai pahala dan tumimbal lahir di alam-alam surga.
~ Petavatthu: terdiri atas 51 syair dalam 4 vagga mengenai tumimbal lahir sebagai setan pengembara karena perbuatan-perbuatan tercela.
~ Theragatha: syair tentang para Bhikkhu senior (thera), kumpulan syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha. Beberapa syair berisi riwayat hidup para Thera, sedang lainnya berisi pujian yang diucapkan para Thera atas pembebasan yang telah dicapai.
~ Therigatha: syair tentang para Bhikkhuni senior (theri), buku yang serupa dengan Theragatha yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri semasa hidup Sang Buddha.
~ Jataka: cerita kelahiran merupakan kumpulan yang memuat 547 kisah yang dianggap sebagai cerita tentang kehidupan-kehidupan lampau Sang Buddha. Nidana Katha atau cerita tentang garis silsilah adalah ulasan pengantar yang menguraikan kehidupan Sang Buddha sampai pembukaan Vihãra Jetavana di Savatthi dan juga kehidupan-kehidupan lampaunya di bawah Buddha-Buddha terdahulu.
~ Niddesa: terbagi dalam Mahaniddesa, sebuah ulasan mengenai Atthakavagga dari Sutta Nipata, dan Culaniddesa, sebuah ulasan mengenai Parayanavagga dan Khaggavisana Sutta yang juga dari Sutta Nipata. Niddesa ini sendiri diulas dalam Saddhammapajjotika dari Upasena dan di situ dihubungkan dengan Sariputta.
~ Patisambhidamagga: suatu analisa Abhidhamma tentang konsep dan latihan yang sudah disebutkan dalam Vinaya Pitaka dan Digha, Samyutta dan Anguttara Nikaya. Ini dibagi dalam 3 bagian; Maha vagga, Yuganaddha-vagga dan Panna-vagga; tiap-tiap vagga memuat sepuluh topik (katha).
~ Apadana: Kisah dalam syair tentang kehidupan lampau dari 550 orang Bhikkhu dan 40 orang Bhikkhuni, yang semuanya diceritakan hidup pada masa Sang Buddha.
~ Buddhavamsa: Riwayat Para Buddha yang di dalamnya Sang Buddha menuturkan cerita tentang kebulatan hatinya untuk menjadi Buddha, dan mengungkapkan riwayat 24 Buddha yang mendahuluinya.
~ Cariyapitaka: 35 kisah dari Jataka dalam syair yang melukiskan 7 dari 10 Kesempurnaan (dasa parami) yaitu kemurahan hati, moralitas, penglepasan, kebijaksanaan, daya usaha, kesabaran, kebenaran, keteguhan hati, cinta kasih, dan keseimbangan batin.
~ Petavatthu: terdiri atas 51 syair dalam 4 vagga mengenai tumimbal lahir sebagai setan pengembara karena perbuatan-perbuatan tercela.
~ Theragatha: syair tentang para Bhikkhu senior (thera), kumpulan syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha. Beberapa syair berisi riwayat hidup para Thera, sedang lainnya berisi pujian yang diucapkan para Thera atas pembebasan yang telah dicapai.
~ Therigatha: syair tentang para Bhikkhuni senior (theri), buku yang serupa dengan Theragatha yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri semasa hidup Sang Buddha.
~ Jataka: cerita kelahiran merupakan kumpulan yang memuat 547 kisah yang dianggap sebagai cerita tentang kehidupan-kehidupan lampau Sang Buddha. Nidana Katha atau cerita tentang garis silsilah adalah ulasan pengantar yang menguraikan kehidupan Sang Buddha sampai pembukaan Vihãra Jetavana di Savatthi dan juga kehidupan-kehidupan lampaunya di bawah Buddha-Buddha terdahulu.
~ Niddesa: terbagi dalam Mahaniddesa, sebuah ulasan mengenai Atthakavagga dari Sutta Nipata, dan Culaniddesa, sebuah ulasan mengenai Parayanavagga dan Khaggavisana Sutta yang juga dari Sutta Nipata. Niddesa ini sendiri diulas dalam Saddhammapajjotika dari Upasena dan di situ dihubungkan dengan Sariputta.
~ Patisambhidamagga: suatu analisa Abhidhamma tentang konsep dan latihan yang sudah disebutkan dalam Vinaya Pitaka dan Digha, Samyutta dan Anguttara Nikaya. Ini dibagi dalam 3 bagian; Maha vagga, Yuganaddha-vagga dan Panna-vagga; tiap-tiap vagga memuat sepuluh topik (katha).
~ Apadana: Kisah dalam syair tentang kehidupan lampau dari 550 orang Bhikkhu dan 40 orang Bhikkhuni, yang semuanya diceritakan hidup pada masa Sang Buddha.
~ Buddhavamsa: Riwayat Para Buddha yang di dalamnya Sang Buddha menuturkan cerita tentang kebulatan hatinya untuk menjadi Buddha, dan mengungkapkan riwayat 24 Buddha yang mendahuluinya.
~ Cariyapitaka: 35 kisah dari Jataka dalam syair yang melukiskan 7 dari 10 Kesempurnaan (dasa parami) yaitu kemurahan hati, moralitas, penglepasan, kebijaksanaan, daya usaha, kesabaran, kebenaran, keteguhan hati, cinta kasih, dan keseimbangan batin.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Popular Posts
-
Buat yang butuh soal-soal latihan agama Buddha dalam format pilihan ganda, silahkan unduh... Kelas X Semester 1 Kelas X Semester 2 Kelas ...
-
Soal-soal ujian semester ganjil mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk SMP Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
-
Kompetensi Dasar 1.2 Pluralisme, Inklusivisme, Toleransi dan Tujuan Hidup Menurut Agam Buddha Pengertian dan Ciri Khas Agama Buddha I...
-
Meditasi ada dua macam yaitu : 1) Samatha bhavana Samatha bhavana adalah meditasi ketenangan batin. Meditasi ini dilakukan dengan memusatk...
-
1. Jelaskan definisi Buddha! 2. Jelaskan Definisi Bodhisatva! 3. Jelaskan definisi Arahat! 4. Sebutkan macam-macam Buddha! 5. Sebutkan macam...