Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

12 November 2010

Ruang Lingkup Tipitaka


Kompetensi Dasar   : 3.3 Mendeskripsikan ruang lingkup dan intisari Tipitaka
Indikator                    :
·         Menyebutkan bagian-bagian Tipitaka
·         Membuat skema Tipitaka
·         Menyebutkan bagian-bagian Vinaya Pitaka
·         Menyebutkan bagian-bagian Sutta Pitaka
·         Menyebutkan bagian-bagian Abhidhamma Pitaka
·         Menyebutkan bagian-bagian yang penting dari setiap Pitaka

Kitab Theravada terdiri dari tiga wadah utama teks. Karena itulah kitab ini sering disebut sebagai Tipitaka, "Tiga Keranjang" dari Ajaran. Pembagian tiga kelompok ini sama sekali tidak hanya digunakan oleh Theravada. Hampir semua mazhab Buddhis awal juga memiliki skema ini, dan di kemudian hari Mahayana juga menggunakannya. Rencana berunsur tiga jelas bukan merupakan cara tertua dalam mengelompokkan ajaran. Sutta-sutta sendiri kadang-kadang berbicara mengenai pembagian berunsur sembilan untuk Sabda Sang Buddha yang mengelompokkan teks-teks itu berdasarkan bentuk sastranya, bukan isinya.13 Tetapi sampai Konsili Ketiga, pembagian menjadi "Tiga Keranjang" mengalahkan berbagai cara pengelompokan sebelumnya dan tetap dominan selama abad-abad itu.
Tiga keranjang yang membentuk Tipitaka Pali adalah sebagai berikut:
  1. Vinaya Pitaka, Keranjang Disiplin, yang berisi peraturan-peraturan yang mengatur perilaku para bhikkhu dan bhikkhuni serta peraturan-peraturan yang berhubungan dengan urusan-urusan internal Sangha, kelompok monastik.
  2. Sutta Pitaka, Keranjang Khotbah, catatan khotbah dan diskusi Sang Buddha, serta berbagai dokumen ajaran dan sastra lainnya.
  3. Abhidhamma Pitaka, Keranjang Doktrin Sistematis, kumpulan tujuh risalat yang membentuk skema prinsip-prinsip fundamental sutta sesuai dengan program analisa filosofis dan psikologis yang sangat terperinci.
Jantung kehidupan ajaran Sang Buddha terdapat di Sutta Pitaka, yang mengungkapkan pada kita dengan amat mendetail mengenai visi spiritual unik dari Buddhisme awal dalam berbagai ragam dimensi praktis dan doktrin. Keranjang itu sendiri dibagi menjadi lima Nikaya atau kelompok:
  1. Digha Nikaya, Koleksi Khotbah Panjang, 34 sutta dalam 3 bagian.
  2. Majjhima Nikaya, Koleksi Khotbah Sedang, 152 sutta dalam 3 bagian.
  3. Samyutta Nikaya, Koleksi khotbah yang Saling Berhubungan, 56 bab dalam 5 bagian.
  4. Anguttara Nikaya, Koleksi Khotbah Menurut Angka, 11 bab.
  5. Khuddaka Nikaya, koleksi Teks Minor.
Koleksi yang kelima memiliki ciri yang agak berbeda dari yang lain, karena bukan merupakan pengaturan dari khotbah-khotbah Sang Buddha. Koleksi itu berisi aneka ragam kumpulan dari 15 teks, yang berdiri sendiri dan sebagian besar berbentuk syair. Beberapa darinya jelas bermula dari prototipe yang dibentuk selama masa sejarah sastra Buddhis paling awal, seperti misalnya Dhammapada, bagian dari Sutta Nipata, Thera-Therigatha, syair-syair para bhikkhu dan bhikkhuni yang telah mencapai kesucian. Teks-teks ini memiliki pasangannya di dalam mazhab-mazhab Buddhis awal yang lain, sehingga mungkin telah ada sebelum terjadinya perpecahan-perpecahan itu. Teks-teks dari Koleksi Minor lain -seperti misalnya Apadana, Buddhavamsa, Patisambhidamagga, dan Niddesa- jelas merupakan sumber sesudahnya dan eksklusif Theravada.
Masing-masing dari empat koleksi utama itu dikumpulkan sesuai dengan prinsip yang menentukan, yang tampaknya telah diputuskan pada Konsili Pertama. Pada Digha dan Majjhima, prinsipnya hanyalah panjangnya khotbah: Digha memasukkan 34 khotbah yang panjang di dalam satu kesatuan, Majjhima 152 khotbah yang sedang panjangnya. Dua nikaya lainnya terdiri dari sutta-sutta yang umumnya lebih pendek daripada yang tercakup di dalam dua koleksi pertama.14 Samyutta Nikaya dikelompokkan menurut pokok bahasan, yang terdiri dari 56 samyutta atau bab yang masing-masing mengumpulkan serangkaian luas sutta-sutta pendek mengenai satu tema khusus atau ditujukan bagi teman bicara (atau tipe partner bicara) yang sama. Jadi kita memiliki samyutta terpisah yang terdiri dari sutta-sutta yang ditujukan pada para dewa (Bab 1), pada Raja Pasenadi (3), pada Mara Si Penggoda (4), pada para brahmana (7), dll.; ada juga, samyutta mengenai asal mula yang saling bergantungan (Bab 12), lima kelompok (khanda) (22), enam kemampuan indera (35), Jalan Mulia Berunsur Delapan (45), Empat Kebenaran Mulia (56), dll.
Angutara Nikaya diatur menurut skema nomor yang berasal dari ciri khas teknik instruksi Sang Buddha. Sebagai guru yang terampil, Sang Buddha sering menyajikan ajaran Beliau dalam himpunan bernomor, suatu format yang dengan sendirinya lebih mudah dipahami dan membantu agar ide-ide yang disampaikan dapat dengan mudah disimpan di pikiran. Anguttara mengumpulkan khotbah-khotbah bernomor ini menjadi satu karya utuh tunggal yang terdiri dari sebelas nipata atau bab, yang masing-masing mewakili sejumlah istilah yang memberi kerangka sutta yang bersesuaian. Berikut ini akan kita bahas secara lebih mendalam tentang struktur dan penekanan khusus dari Nikaya ini.
Angutara Nikaya sebagai Koleksi
Kata "Anguttara" merupakan kata majemuk, yang tidak ditemukan di tempat lain. Kata ini mungkin bisa diterjemahkan menjadi "meningkat karena suatu faktor". Di kitab-kitab komentar, pengelompokan ini kadang-kadang diacu sebagai Ekuttara Nikaya, "koleksi yang meningkat satu per satu". Nama ini sesuai dengan nama karya padanannya di dalam tradisi Buddhis Utara, Ekottaragama (atau Ekottarikagama), agama ("warisan") merupakan kata yang digunakan dalam tradisi Buddhis Utara untuk menggantikan nikaya, yang lebih disukai oleh Theravada. Satu versi Ekottaragama dari tradisi Utara telah dilestarikan di dalam terjemahan Cina dan dimasukkan di dalam Tripitaka Cina.15
Kata "Anguttara" diberikan karena koleksi ini dibentuk berdasarkan skema bernomor. Sesuai dengan skema itulah setiap bab secara berturutan menjelaskan rangkaian istilah yang satu nomor lebih besar daripada penjelasan sebelumnya. Metode pengaturan ini umum dipakai di dalam kesusastraan India kuno. Metode ini terdapat di Dasuttara Sutta di Digha Nikaya, Itivuttaka (salah satu dari kitab Khuddaka Nikaya), dan Thera- serta Therigatha. Pengelompokan ini juga digunakan untuk beberapa teks Jainisme kuno.
Angutara Nikaya berisi sebelas nipata atau bab yang diberi nama sesuai dengan nomornya: Ekaka-nipata, Bab Kelompok Satu; Duka-nipata, Bab Kelompok Dua; Tika-nipata; Bab Kelompok Tiga; dan seterusnya sampai Ekadasa-nipata, Bab Kelompok Sebelas. Ada sejumlah bukti bahwa bab yang terakhir itu ditambahkan sesudahnya: bab ini jauh lebih kecil daripada yang lain, memuat sangat sedikit hal yang baru, dan juga mencakupkan dua sutta lengkap dari Majjhima Nikaya (no. 33 dan 52), yang mungkin disisipkan ke dalam Kelompok Sebelas agar lebih tebal. Dari Kelompok Enam dan seterusnya kami kadang-kadang menemukan bahwa jumlah butir yang dibutuhkan satu sutta agar cocok untuk masuk ke bab itu diperoleh dari menggabungkan rangkaian yang nomornya lebih kecil.16
Ringkasan syair (uddana) di akhir volume terakhir menyatakan bahwa Angutara Nikaya berisi 9557 sutta. Angka ini juga dikonfirmasikan oleh kitab-kitab komentar. Tetapi, teks-teks yang ada pada kami hanya berisi kira kira 2344 sutta. Sulit sampai pada hitungan yang tepat, karena di beberapa sutta tidak dapat dipastikan apakah sutta itu dihitung terpisah atau dianggap satu gabungan utuh. Sangat tidak mungkin bahwa pada suatu saat setelah zaman para komentator itu, tiga perempat dari teks aslinya lenyap. Yang jauh lebih mungkin adalah: kitab-kitab komentar itu sampai pada angka yang lebih tinggi karena cara menghitungnya. Semua perubahan pada bagian-bagian klise yang terdapat di akhir setiap bab, dimulai dari Kelompok Empat (tidak tercakup di dalam antologi ini), dihitung secara terpisah. Kadang-kadang bagian ini bahkan tidak diberi nomor di dalam edisi PTS.
Selain ada pembagian menjadi nipata bernomor, sutta-sutta itu kemudian dikumpulkkan menjadi 160 vagga (bagian atau kelompok). Di dalam analogi ini, vagga tidak ditunjukkan karena pembagian itu hanya bermakna di dalam koleksi lengkap. Setiap vagga idealnya berisi sepuluh sutta, walaupun di kasus khusus, jumlah yang sesungguhnya bervariasi - dari yang paling banyak berjumlah 262 sampai yang paling sedikit tujuh. Kadang-kadang, semua atau sebagian besar sutta di dalam satu vagga bisa berhubungan melalui satu topik, yang ditunjukkan dengan judul vagga itu. Tetapi hal itu jarang terjadi. Yang jauh lebih umum adalah hanya dua atau tiga sutta - dan sering hanya satu - yang ada hubungannya dengan judul vagga itu. Tidak jelas apa makna urutan vagga, walaupun kita bisa menganggap bahwa para redaktur mencakupkan di beberapa vagga pertama masalah-masalah yang mereka anggap amat berbobot, dan di dua nipata terakhir kami menemukan sejumlah sutta yang berhubungan dengan pencapaian-pencapaian meditatif yang sangat dalam. Walaupun bila pertama dibaca, pengaturan pada Anguttara yang kelihatannya kacau balau itu bisa mengganggu, setelah beberapa saat hal itu justru menjadi salah satu ciri yang paling menyenangkan. Para pembaca dibawa untuk terus bergerak dalam perubahan tentang topik dan ide yang berturutan, tanpa bisa menduga apa yang akan muncul berikutnya. Yang dapat diketahui secara pasti oleh semua pembaca adalah bahwa sutta-sutta berikutnya akan sesuai dengan rencana penomoran yang mengatur setiap bab.
Empat Nikaya utama dari Sutta Pitaka masing-masing sangat bervariasi isinya, namun dalam studi banding akan tampak bahwa masing-masing memiliki kepentingan dominan yang melengkapinya agar dapat memainkan perannya sendiri dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Sang Buddha. Harus saya tekankan bahwa kepentingan ini sama sekali tidak tampak bila dilihat di setiap sutta dalam koleksinya masing-masing. Semua baru menjadi jelas jika koleksi itu dipandang secara keseluruhan dan dipertimbangkan lewat tema-tema yang dipertahankan.17 Jika ini dilakukan, akan kita dapati bahwa Digha Nikaya memiliki kepentingan untuk mengembangkan Buddhisme, yang bertujuan untuk membentuk supremasi Sang Buddha dan ajaran Beliau, yang berlawanan dengan pesaing-pesaing mereka dalam hal pandangan religius dan sosial India. Sutta pertama Digha sebenarnya merupakan survei mengenai pandangan-pandangan filosofis yang tak ada gunanya, yang ditolak mentah-mentah oleh Sang Buddha; banyak dari teks berikutnya memasukkan Sang Buddha ke dalam debat melawan para brahmana dan anggota sekte lainnya; sutta-sutta lain bertujuan untuk mengagungkan Sang Buddha dan menunjukkan kelebihan Beliau dibanding para dewa, makhluk-makhluk halus dan guru-guru pengembara pesaing yang bermukim di lembah Gangga. Sebaliknya, Majjhima Nikaya, memiliki penekanan yang langsung mengarah ke dalam, pada komunitas Buddhis itu sendiri; banyak sutta yang berhubungan dengan meditasi dan dasar-dasar doktrin, sehingga buku ini khususnya sangat sesuai untuk instruksi para bhikkhu.
Karena formatnya yang padat, sutta-sutta pendek pada Samyutta dan Anguttara kurang memiliki skenario yang memukau dan konfrontasi dramatis. Hal ini membuat dua koleksi yang lebih panjang itu memiliki kelebihan lebih mudah diingat. Tetapi masing-masing tetap memiliki kontribusinya sendiri, yang berasal dari cara pengaturannya. Samyutta Nikaya - yang diatur menurut tema - berfungsi sebagai gudang bagi banyak sutta yang walaupun pendek namun amat berisi. Sutta-sutta ini menjelaskan kebijaksanaan Sang Buddha yang radikal mengenai sifat realitas, dan jalan unik Sang Buddha menuju pembebasan spritual. Koleksi ini memenuhi kebutuhan dua kelompok khusus di dalam kehidupan monastik: pertama, para bhikkhu dan bhikkhuni yang mampu menggenggam dimensi terdalam tentang kebijaksanaan Buddhis dan yang berkewajiban menjelaskan kepada orang lain perspektif halus yang diungkapkan oleh ajaran Sang Buddha; dan kedua, mereka yang telah menyelesaikan tahap-tahap awal latihan meditasi dan bertekad mengerahkan usaha untuk mencapai realisasi kebenaran tertinggi.
Bergerak dari Samyutta Nikaya menuju Anguttara, ada pergeseran dalam hal penekanannya, yaitu dari pemahaman menuju perbaikan pribadi. Karena sutta-sutta pendek yang mencetuskan teori filsafat dan struktur utama latihan telah masuk ke dalam Samyutta, apa yang tersisa untuk dicakupkan ke dalam Anguttara adalah sutta-sutta pendek yang kepentingan utamanya adalah kepraktisan. Sampai batas tertentu, dalam orientasi praktisnya, sebagian Angutara Nikaya bertumpang tindih dengan bagian akhir Samyutta, yang tujuh bab pertamanya dikhususkan untuk tujuh rangkaian yang membentuk "tiga puluh tujuh bantuan menuju pencerahan spiritual" (bodhipakkhiya dhamma), Jalan Mulia Berunsur Delapan (Bab 45), tujuh faktor pencerahan spiritual (46), empat landasan kewaspadaan (47), lima kemampuan spiritual (48), dll. Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu, para redaktur dari kitab ini tidak mencakupkan topik-topik ini lagi di dalam Anguttara di dalam Kelompok Delapan, Kelompok Tujuh, Kelompok Empat dan Kelompok Lima. 18 Dengan demikian teks Anguttara dapat terfokus pada aspek-aspek latihan praktis yang tidak termasuk ke dalam rangkaian standar yang diulang-ulang. Hal ini membantu kita untuk melihat latihan Buddhis dari berbagai sudut yang baru, yang tidak tersedia bila kelompok faktor yang sudah umum itu dibicarakan terpisah. Bahkan dapat kita katakan bahwa jika bagian akhir Samyutta memberikan anatomi tentang jalan spiritual Buddhis, maka Anguttara menyajikan suatu kecenderungan fisiologis pada jalan itu.
Namun tidak realistis jika kita menekankan bahwa satu kriteria saja telah mengatur formasi Angutara Nikaya, yang mencakup materi dari Vinaya, daftar murid yang menonjol, informasi kosmologi dan daftar istilah asing yang tidak masuk ke dalam kategori yang sudah ada. Tetapi bila kita melihat koleksi ini secara singkat, akan kita dapati bahwa teks amat berkepentingan untuk menunjukkan bentuk-bentuk primer praktek Buddhis. Ajaran-ajaran ini berkisar dari pengendalian etis mendasar yang disarankan bagi pria atau wanita yang sibuk di dunia ini, sampai pada instruksi-instruksi yang lebih keras mengenai latihan mental yang diberikan kepada bhikkhu dan bhikkhuni. Di dalam dua bab terakhir, kita menemui amat banyak uraian teks mengenai tingkat meditasi yang paling tinggi, yang amat sulit, yaitu samadhi yang dicapai oleh orang yang berdiam pada realisasi tujuan.

No comments:

Popular Posts