Ngaturaken ►►Namo Buddhaya Selamat Datang Welcome Sugeng Rawuh di Blog Sederhana ini_/|\_Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

17 November 2010

PEMBALASAN PANGERAN VIRUDHAKA II

Bagian.2

Sang Buddha menjawab: “Suku Sakya adalah rakyatku, keluargaku. Aku duduk didepan sebatang pohon mati karena besarnya kesedihanku terhadapnya.” Merasa malu Virudhaka kembali ke istananya. Tetapi Sang Buddha menyadari bahwa orang-orang Sakya, menerima akibat karma mereka, dan akan segera dihancurkan oleh musuh mereka. Beliau lalu mendorong mereka semua agar melakukan perbuatan baik dan menjalani Dharma. Sehingga memungkinkan untuk menjadi Srotapana, Sakadagami dan Anagami.

Di istana, sebaliknya, putera menteri telah memprotes perihal kekalahan mereka kepada Virudhaka, dengan berkata: “Tidak mungkin kita akan dapat menghalau Suku Sakya dengan cara seperti ini. Kita harus memerangi mereka.” Lalu mereka kembali bergerak dengan bala tentara mereka.

Sebagai kepastian sementara, Sang Bhagavan mengutus Arya Maudgalyayana untuk melindungi Suku Sakya dari para prajurit tersebut. Pada peristiwa itu, Suku Sakya membuat kesepakatan bersama: “Kini karma masa lampau, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagavan, akan berbuah. Kita tak boleh terhasut, meskipun para tentara itu menantang kita. Biarlah ini yang menjadi ketentuan, atau diantara kita tak ada yang akan dapat lolos, bahkan juga tidak ada diantara kita yang tak pernah berbuat salah.”

Akan tetapi seorang Suku Sakya bernama Sambhaka, tanpa berunding dengan siapapun, menjadi marah dan menyerang pasukan Virudhaka, membunuh begitu banyak prajurit hingga Virudhaka dikalahkan serta mundur. Ketika Sambhaka kembali dari pertempuran, Suku Sakya yang telah dibatasi oleh aturan terhadap tantangan sangat kebingungan. Sambhaka bersama pengikutnya mendengarkan Dharma dari Sang Bhagavan, hingga akhirnya, setelah meminta kepada Sang Buddha beberapa rambutnya, mereka melarikan diri ke negeri Vatuta, membawa guntingan rambut Buddha bersama mereka. Disana mereka mendirikan sebuah stupa untuk menyimpan rambut tersebut.

Kembali Virudhaka mengerahkan balatentaranya, kali ini membunuh tujuh kali tujuh puluh ribu Suku Sakya. Menakhlukan limaratus orang tentara Sakya dengan pedang besi dan gajah, mereka membuat kota Sakya kosong, terlarang dan juga membawa seribu orang gadis Sakya. Meskipun Sang Bhagavan merasa sangat sedih dan berbelaskasihan pada peristiwa tersebut, beliau tak dapat mencegahnya.

Para bhiksu bertanya karma apakah yang telah menciptakan penghancuran seperti ini, Sang Buddha menjawab: “Dahulu kala, serombongan nelayan menangkap dua ekor ikan besar dari sungai, memotongnya dan kemudian memakannya. Kedua ekor ikan tersebut selanjutnya terlahir kembali sebagai perampok dan merampok orang Sakya, kemudian juga dibunuh secara beramai-ramai oleh orang-orang Sakya yang sama dengan cara dibakar di suatu tiang. Dua ikan tersebut sekarang menjadi Virudhaka dan menterinya, sehingga saling bekerjasama untuk mengambil kehidupan orang Sakya telah terjadi.”

Ketika Virudhaka kembali kenegerinya, Pangeran Jeta bertanya kepadanya mengapa ia begitu kejam dan tanpa perasaan membunuh begitu banyak Suku Sakya yang sama sekali tidak mengganggu negerinya. Dalam kemarahan yang memuncak, Virudhaka membunuh Pangeran Jeta. Virudhaka kini dikuasai oleh kesombongan kejahatan dan kekuatan, melampaui batas, para gadis Sakya yang malang, diperintahkan: “Potong tangan mereka!” Dari tangan-tangan mereka menciptakan sebuah kolam yang dikenal sebagai Kolam Hati Darah Tangan.

Para gadis memohon perlindungan kepada Sang Bhagavan, dan serombongan bidadari memandikan dan mengganti busana mereka. Para gadis tersebut lalu maninggal dan terlahir kembali sebagai dewa, dan Sang Bhagavan mengajari mereka Dharma.

Tentang sebab dan akibat karma mereka; Dahulu kala, para gadis itu merupakan pengikut Buddha Kasyapa. Mereka membuat persembahan dengan pikiran yang suci, akan tetapi resah dengan tangan mereka dan berbicara mengenai hal-hal demikian: “Jika kepala setuju, kaki juga setuju.” Demikianlah karma akibat dari mengucapkan hal-hal yang tidak beralasan.

Ketika itu Virudhaka mengutus orang untuk mencari tahu apa yang telah dikatakan oleh Sang Buddha. Mendengar Sang Buddha berkata kepada para bhiksu bahwa sang raja dan menterinya akan mati setelah tujuh hari oleh api, mata-mata tersebut kembali dan memberitahukan hal ini kepada rajanya.

Selama tujuh hari, raja dan menterinya berdiam didalam sebuah perahu besar ditengah sungai dan melarang penyalaan api apapun di ruangan mereka. Akan tetapi kediamannya yang dihiasi dengan kaca kristal, dan matahari yang menyinari kaca kristal tersebut menyebabkan perahu tersulut api serta terbakar seluruhnya, menghanguskan sang raja bersama menterinya. Demikianlah buah karma yang tak dapat dielakkan.

Selesai.


NASEHAT

Jika orang mempunyai jejak karma baik, pada saatnya akan bermanifesasi juga, bagaimanapun jalan serta prosesnya. Penampilan lahiriah seseorang, kulit tubuhnya, telapak tangannya,air mukanya, serta tanda-tanda pada tubuhnya, baik pria ataupun wanita, semua itu erat kaitannya dengan jejak karma masa lampau seseorang. Pun juga kebiasaan, tabiat serta cara pandang hidupnya.

Karma baik berasal dari tekad serta kemauan, kalau dirimu merasa kurang beruntung serta kurang-kurang lainnya, tepat kiranya untuk terus membuat karma-karma baik yang nyata melalui tubuh mu, ucapan mu, dan pikiranmu. Jangan lakukan yang sebaliknya. Sudah kurang baik karmanya, malah berbuat tidak baik. Dengan lebih banyak membuat karma baik meskipun keadaan mu kini mengecewakan, pada saatnya kekuatan kebajikan mu akan mengubahnya.

Senang mencela dan menghina bisa mengundang mala petaka, meski itu terhadap orang2 yang dianggap remeh dan rendah. Hargailah orang lain sepatutnya. Hapus kehendak untuk mencela dan menghina orang. Kekang pikiran negatif mu.

Kemarahan bisa berakibat panjang, penyesalan dan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kendalikan emosimu, jangan turuti, tak ada hal baik yang akan kau dapat. Sejukan hatimu dengan nasehat kebajikan. Orang yang baik, tak mudah terhasut dan terpancing emosinya. Pertengkaran, permusuhan, perceraian rumah tangga, bahkan kekerasan juga karena amarah yang tak terkendali. Kuatkan kebjikan hati dengan cinta kasih, hanya cinta kasih dan kesabaran yang bisa mengalahkan api amarah.

Keyakinan akan hukum sebab akibat karma, akan membawa kebahagiaan yang besar jika disemai diladang metta karuna serta kesabaran.

No comments:

Popular Posts